Rugi Rp 7,7 Miliar, Kini Jadi Business Coach
Lembar demi lembar kertas yang menempel di
flip chart menemani Dewa Eka Prayoga dalam mengisi
workshop
penulisan buku di sebuah lembaga pendidikan di Jalan M.T. Haryono,
Jakarta, siang itu (20/9). Pemuda kelahiran Sukabumi, Jawa Barat,
tersebut sedang berbagi pengalamannya menulis sejumlah buku bisnis dan
bergelut dalam dunia penerbitan independen.
Gaya bicaranya penuh semangat, khas motivator. Dia menggunakan
pengalaman pribadi sebagai sampel materinya. Mulai cerita masa kecilnya
sebagai anak tunggal yang ditinggal wafat ayahnya sejak usia lima tahun
sampai kegagalan bisnisnya yang mengakibatkan dirinya harus menanggung
rugi hingga Rp 7,7 miliar di usia 21 tahun.
Pada usia yang masih tergolong belia itu, Dewa pernah memiliki
sejumlah usaha. Mulai usaha bimbingan belajar (bimbel), pelatihan
motivasi,
event organizer,hingga bisnis kuliner. ”Sejak masuk
kuliah, saya memang berusaha mandiri. Dari awalnya jadi pengajar di
bimbel sampai saya bisa membeli bimbel itu,” ujar alumnus Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, tersebut.
Usaha bimbel itu berkembang maju sehingga Dewa bisa melakukan
ekspansi bisnis ke sektor lain. Tercatat ada enam bisnis yang kemudian
dia jalankan waktu itu. Salah satunya bisnis produk elektronik lewat
seorang temannya.
Tergiur hasil yang menjanjikan, Dewa lalu mengajak sejumlah kolega
untuk bergabung dalam investasi yang bermodus pengadaan komputer untuk
perkantoran tersebut. Hingga sekitar delapan bulan dia masih mendapatkan
manfaat dari investasi itu. Sampai akhirnya Dewa tahu bahwa investasi
tersebut ternyata bodong alias bohong-bohongan. Temannya melarikan diri.
Alhasil, Dewa-lah yang akhirnya dikejar-kejar investor yang jumlahnya
cukup banyak. ”Orang tahunya saya yang menjalankan usaha ini, padahal
saya juga korban,” ujarnya.
Teror terus dia dapat dari para pemilik ”saham” yang direkrutnya.
Bahkan, ada yang sempat mengancam akan membakar rumah orang tua Dewadi
Sukabumi.
Pemberitaan kasus penipuan miliaran rupiah itu meluas di Jawa Barat.
”Nama saya tercemar. Sampai ibu saya di kampung perlu mengadakan yasinan
sembari mengklarifikasi kejadian tersebut kepada para tetangga,”
ungkapnya.
Bukan hanya itu, Dewa juga sempat dicibir keluarganya. Ada yang
menganggap kesialan tersebut datang karena faktor istri yang
dinikahinya. ”Peristiwa itu terjadi sekitar dua minggu setelah saya
menikah,” ujar suami Wiwin Supiah tersebut.
Praktis, lebih dari tiga bulan Dewa menghabiskan waktunya untuk
mengurusi kasus penipuan yang melibatkan dirinya sebagai korban itu. Dia
harus bolak-balik mendatangi Mapolda Jabar untuk menjalani pemeriksaan
sebagai saksi maupun pelapor. Akibatnya, bisnisnya yang lain
kocar-kacir.
”Waktu itu saya terpaksa habis-habisan untuk mengganti uang para
investor yang menanamkan modal lewat saya. Semua bisnis yang sudah jalan
saya jual,” kenang Dewa.
Mobil yang dia beli dari hasil keringatnya dan tabungan yang
dipersiapkan untuk naik haji juga digunakan untuk membayar utang.
Sampai-sampai, tutur Dewa, uang dalam dompetnya hanya tersisa Rp 7 ribu.
”Itu uang satu-satunya yang tersisa. Saya sudah tidak punya tabungan
lagi,” tambah dia.
Rasa putus asa sempat berkecamuk dalam hati Dewa. Sampai akhirnya
sebuah kesempatan mempertemukan Dewa dengan pengusaha Heppy Trenggono.
Dewa termotivasi kisah Heppy yang juga pernah bangkrut dalam berbisnis.
Mendengar cerita pengusaha sawit dan alat berat itu, ada
strong way yang membuat spirit hidup Dewa bangkit.
”Saya anak tunggal yang tak memiliki ayah. Saya juga telah memutuskan
menikah muda. Ibu dan istri saya tidak bekerja. Kalau tak berjuang
sendiri, lalu pada siapa saya bergantung?” ujarnya.
Dewa seolah mendapatkan jalan dari Tuhan. Sejumlah teman sesama
pengusaha muda lantas menyarankan Dewa agar menuliskan pengalaman
kegagalan bisnis tersebut ke dalam buku. Dalam kurun waktu dua bulan,
naskah buku berjudul
7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula itu rampung. Akhirnya, buku tersebut terbit pada Juni 2013.
Buku itu merupakan karya kedua Dewa. Buku pertamanya mengenai
motivasi. Ditulis setahun sebelumnya dan diterbitkan penerbit mayor.
Namun, untuk buku kedua tersebut, Dewa menempuh jalur penerbitan dan
distribusi indie.
Dewa memasarkan bukunya secara
pre-order lewat media sosial dan jaringan pertemanan sesama
entrepreneur. Insting berjualan yang tumbuh sejak lama membuat dia berhasil mendatangkan pembeli melalui
pre-order.
”Uang dari
pre-order buku itu saya gunakan untuk membiayai
percetakan. Alhamdulillah, buku tersebut bisa cetak ulang sampai empat
kali dan terjual lebih dari 10 ribu eksemplar,” jelas pria kelahiran 24
April 1991 tersebut.
Sejak buku kedua keluar, nama Dewa makin dikenal luas. Dia sering diundang sebagai pemateri seminar atau
workshop di berbagai kota di Indonesia.
Dari kesuksesan itu, pria yang pernah mengenyam pendidikan di pondok
pesantren tersebut melihat terbukanya peluang bisnis penerbitan. Dewa
pun makin produktif menulis. Setelah buku kedua terbit, tiga buku
selanjutnya menyusul. Semua seputar bisnis. Menariknya, meski dijual di
atas harga pasaran, bahkan ada yang dibanderol dengan harga Rp 250 ribu,
buku-buku Dewa tetap laku.
Selain menulis, Dewa membuka perusahaan penerbitan di Bandung.
”Melalui penerbitan yang saya bangun itu, saya ingin membuka peluang
bisnis bagi anak-anak muda dengan memanfaatkan margin penjualan buku,”
tutur dia.
Menurut Dewa, selama ini margin penjualan buku di toko buku mayor
sangat tinggi. Nah, hal itulah yang dilirik Dewa sebagai peluang bagi
sejumlah anak muda. Konsepnya, setiap buku yang diterbitkan melalui
perusahaan Dewa akan dijual dengan sistem
reseller, tidak lewat toko buku mayor.
”Banyak
loh reseller buku-buku saya yang bisa mendapatkan penghasilan hingga puluhan juta,” ungkapnya.
Keberhasilan melakukan
personal branding lewat buku-buku itu membuat Dewa kini mulai dilirik sebagai
business coach. Modal untuk menjadi konsultan bisnis tersebut dia dapat dengan mengikuti sertifikasi di sebuah lembaga di Jakarta.
Ada beberapa UKM (usaha kecil menengah, Red) yang dia bina dari sisi
marketing. ”Alhamdulillah, banyak yang omzetnya naik setelah
coaching,”
ujar Dewa sembari menunjukkan testimoni-testimoni klien yang ditulis
dalam bukunya. Salah satu klien Dewa yang diklaim cukup berhasil adalah
restoran mi yang cukup terkenal di Jalan Progo, Surabaya.
Dewa mengakui, meski tak bisa menjadi guru sesuai dengan jurusan
kuliahnya, dirinya tetap bisa menebarkan ilmu dan manfaat. ”Saya ingin
bagaimana berbisnis yang bisa mengedukasi dan membawa manfaat untuk
orang lain,” tandas dia.
http://www2.jawapos.com/baca/artikel/7623/rugi-rp-77-miliar-kini-jadi-business-coach#