Ekonomi
Syariah
Dosen: Bpk. Rusdi
TEORI HARGA-HARGA DALAM NEGARA ISLAM
Dosen: Bpk. Rusdi
TEORI HARGA-HARGA DALAM NEGARA ISLAM
Kelompok 3:
Dede Sri Hartati 2014122581
Nurul Hanifah 2014122765
Rahayu 2014121469
Sarimauli Pransisca 2014122236
04
SAKEF
RUANG
641
FAKULTAS
EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS
PAMULANG
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang-Tangerang
Selatan
Telp/Fax : 021-7412566/71709855 http://www.unpam.ac.id
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah
membimbing kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongan
dan petunjuk dari-nya , kami tidak akan ma-mpu menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kelancaran.
Makalah ini kami susun agar pembaca dapat
memahami tentang Ekonomi Dalam
Islam,
kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak
membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
wawasan dan pemahaman yang
luas
kepada pembaca. Kami menyadari makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan,
sehingga
kami masih mengharap kritik dan saran dari para pembaca.
Atas
perhatianya kami ucapkan terima kasih.
Tangerang Selatan 30 mei
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam adalah agama yang selain bersifat
syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis),disebut sempurna karena Islam
merupakan agama penyempurna dari agama-agama
sebelumnya
dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah
maupun
muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku
manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di
dunia,
termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan
mekanismenya, pasar adalah tempat dimana
antara penjual dan pembeli bertemu dan melaku-kan transaksi jual beli barang
dan atau jasa.
Attensi Islam terhadap jual beli sebagai salah
satu sendi perekonomian dapat dilihat
dalam
surat Al Baqarah ayat 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.Firman Allah :
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻻَ ﻳَﻘُﻮﻣُﻮﻥَ ﺇِﻻَّ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮﻡُ
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺘَﺨَﺒَّﻄُﻪُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺲِّ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺄَﻧَّﻬُﻢْ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊُ ﻣِﺜْﻞُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﺃَﺣَﻞَّ ﺍﻟﻠّﻪُ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﻭَﺣَﺮَّﻡَ
ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻓَﻤَﻦ ﺟَﺎﺀﻩُ ﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻪِ ﻓَﺎﻧﺘَﻬَﻰَ ﻓَﻠَﻪُ ﻣَﺎ ﺳَﻠَﻒَ
ﻭَﺃَﻣْﺮُﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﺎﺩَ ﻓَﺄُﻭْﻟَـﺌِﻚَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻫُﻢْ
ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﺎﻟِﺪُﻭﻥَ
Artinya
:
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah : 275)
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Distribusi Pendapatan dan Kekayaan Dalam Islam ?
2.
Bagaimana teori harga dan Mekanisme Pasar dalam Islam ?
3.
Bagaimana pandangan islam terhadap Sewa,Upah,Riba,Bunga, dan Keuntungan ?
4.
Bagaimana Hukum Islam dalam mengatur Harta Waris ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui distribusi pendapatan dan kekayaan dalam islam
2.
Untuk mengetahui teori harga dan mekanisme pasar dalam islam
3.
Untuk mengetahui pandangan islam terhadap sewa,upah,riba,bunga, dan keuntungan
4.
Untuk mengetahui hukum islam dalam mengatur harta waris
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam
1.
Pengertian Distribusi, Pendapatan dan Kekayaan
Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa
sewa, upah, bunga modal dan laba,
yang
berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan
Dalam proses distribusi penentuan harga yang
dipandang dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si pembayar
biaya-biaya, distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran, kadang-kadang
distribusi dinamakan sebagai fungsional distribution.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang
atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia.
Menurut Winardi (1989), pendapatan (income),
secara
teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai
dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian
pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau
individu.
Sementara kekayaan (wealth) diartikan oleh
Winardi (1989) sebagai segala sesuatu
yang
berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti
khusus
seperti
kekayaan nasional. Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai obyek-obyek
material,
yang ekstern bagi manusia yang bersifat : berguna, dapat dicapai dan langka, keban-yakan
ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta
kekayaan,
misalnya saham, obligasi, surat hipotik karena dokumen-dokumen tersebut
dianggap sebagai bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu
sendiri.
2.
Dampak Distribusi dalam Islam
Distribusi pendapatan merupakan bagian yang
penting dalam membentuk
Kesejahteraan,
dampak dari distribusi pendapatan bukan saja pada aspek ekonomi tetapi juga
aspek sosial dan politik. Oleh karena itu islam memberi perhatian lebih
terhadap distribusi pendapatan dalam masyarakat.
Dampak
yang di timbulkan dari distribusi pendapatan yang di dasarkan atas konsep islam
:
a.
Dalam
konsep islam perilaku distribusi pendapatan dalam masyarakat merupakan
bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat
dalam mendekatkan diri kepada
Allah, oleh karena itu, distribusi dalam islam
akan menciptakan kehidupan yang
saling menghargai dan menghormati antara satu
dengan yang lain tidak akan
sempurna eksistensinya sebagai manusia jika
tidak ada yang lain, tidak ada upaya
membatasi optimalisasi distribusi pendapatan di
dalam masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tercela, manipulasi, korupsi,
spekulasi, dan sebagainya sehingga timbul ketakutan, ketidakpercayaan, dan
kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.
b.
Seorang
muslim akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-
barang yang merusak masyarakat misalnya minuman
keras, obat terlarang,
pembajakan, dan sebagainya sebagai media
distribusi.
Dalam islam distribusi tidak hanya di dasarkan
optimalisasi dampak barang tersebuat terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh
barang tersebut terhadap perilaku masyar-akat yang mengkonsumsinya.
c.
Negara
bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan
umum dari pada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Oleh
karena itu sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan
sampai jatuh di tangan orang yang mempunyai
visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.
d.
Negara
mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang
berhubungan dengan masalah optimalisasi
distribusi pendapatan, seperti ; sekolah,
rumah sakit, lapangan kerja, perumahan,
jalan,jembatan dan sebagainya.
Sarana tersebut sebagai bentuk soft
distribution yang di gunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya yang
berkaitan.Misalnya, sekolah akan mencetak
manusia yang pandai sehingga bisa memikirkan
yang terbaik dari keadaan umat
manusia, rumah sakit menciptakan orang sehat
sehingga bisa bekerja dengan baik,
lapangan kerja mengurangi angka kriminalitas
dan ketakutan dan sebagainya.
3.
Prinsip Distribusi dalam Islam
a. Prinsip keadilan atau pemerataan
Kekayaan tidak boleh dipusatkan pada sekelompok
orang saja, tetapi harus
menyebar kepada seluruh masyarakat.
Macam-macam factor produksi yang bersumber dari
kekayaan nasional harus dibagi
secara adil, islam menginginkan persamaan
kesempatan dalam meraih harta kekayaanterlepas dari tingkatan social,
kepercayaan dan warna kulit, islam menjamin akan
tersebarnya harta kekayaan di masyarakat dengan
adanya distribusi yang adil.
b. Prinsip persaudaraan atau kasih sayang
Menggambarkan adanya solidaritas individu dan
social dalam masyarakat islam,
bentuknyata ini tercermin pada pola hubungan
sesame muslim,rasa persaudaraan
sejati yang tidak akan terpecah-belah oleh
kekuatan-kekuatan duniawi inilah yang
mempersatukan individu kedalam masyarakat.
·
Peradaban manusia mencapai
tingkat universalitas yang sesungguhnya, yaitu adanya
saling bersandar, saling membutuhkan
yang dihayati oleh seorang muslim maupun
masyarakat islam yang akan memperkokoh
solidaritas seluruh anggota masyarakat
dalam aspek kehidupan yang termasuk juga aspek
ekonomi.
c. Prinsip jaminan sosial
Prinsip pokok dalam distribusi kekayaan, tidak
hanya sebagai prinsip semata,
melainkan menggariskan dan menentukannya dalam
sistem yang sempurna seperti
zakat, sedekah, dll.
Prinsip ini memuat beberapa elemen dasar,
yaitu: pertama, bahwa SDA harus
dinikmati oleh semua makhluk Allah. Kedua,
adanya perhatian terhadap fakir miskin
terutama oleh orang yang punya uang. Ketiga,
kekayaan tidak boleh dinikmati dan
hanya berputar pada kalangan orang kaya saja.
Keempat, perintah untuk berbuat baik kepada orang lain. kelima, orang islam yang
tidak punya kekayaan harus mampu dan mau menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan
social. Keenam, larangan berbuat
baik karena ingin dipuji orang (riya’).
Ketujuh, jaminan social itu harus diberikan
kepada mereka yang telah disebutkan dalam
Al-Qur’an sebagai pihak yang berhak
atas jaminan social itu.
4.
Tujuan Distribusi
a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat.
Moral yang paling penting dan efektif yang
Allah perintahkan adalah untuk
menyebarkan kesejahteraan nasional melaui
prinsip andak al-afw ( kekayaan yang me-lebihi kebutuhan yang tersisa setelah
semua kebutuhan terpenuhi).
Orang islam diperintahkan untuk memberikan
hartanya sampai kebutuhan fakir
miskin terpenuhi.
b.Mengurangi ketidak-samaan pendapatan dan
kekayaan dalam masyarakat.
Tujuan yang kedua adalah untuk mengurangi
ketidaksamaan pendapatan dan
kekayaan dalam masyarakat,apabila terjadi
perbedaan ekonomi yang mencolok antarayang kaya dan miskin akan mengakibatkan
adanya sifat saling benci yang pada
akhirnya melahirkan sikap permusuhan dan
perpecahan dalam masyarakat.
c. Untuk mensucikan jiwa dan harta.
Untuk mensucikan jiwa dan harta orang yang
melekukkan derma (amal). Orang yang mampu mendistribusikan hartanya akan terhindar
dari sifat kikir, dan akan
menguatkan tali persaudaraan antar sesama
manusia.
d. Untuk membangun generasi yang unggul.
Distribusi juga bertujuan untuk membangun
generasi penerus yang unggul, khususnyadalam bidang ekonomi, karena generasi
muda merupakan penerus dalam sebuah
kepemimpinan suatu bangsa.
e. Untuk mengembangkan harta.
Pengembangan ini dapat dilihat dari dua sisi.
Yang pertama, sisi spiritual, berdasarkan firman
Allah dalam Al-Qur’an (Allah hendak memusnahkan Riba dan menyuburkan
sedekah). Kedua, sisi ekonomi, dengan adanya
distribusi harta kekayaan maka akan
mendorong terciptanya produktivitas, daya beli
dalam masyarakat akan meningkat.
B.
Teori Harga dan Mekanisme Pasar dalam Islam
1.
Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang
dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia .
Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian
ekonomi, pasar adalah suatu tempat
atau
proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu
barang/jasa
tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar)
dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara
penjual danpembeli, maka akan membentuk harga yang akan disepakati oleh
keduanya.
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi
antara permintaan dan penawaran yang
akan
menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan
terjadinya
proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi
(konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran
yang kemudian
disebut
sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang
penting dalam perekonomian.
praktik
ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan
pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar
sebagai
harga
yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga
terjadi
karena mekanisme pasar yang wajar.
2.
Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar dalam Islam
a. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang
dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom
contract ). Hal ini sesuai dengan Qur’an Surat an Nisa’ ayat 29:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ
ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥ
ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦ ﺗَﺮَﺍﺽٍ
ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍْ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤﺎً
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu .”(QS:
An-Nisa’: 29)
b. Berdasarkan persaingan sehat (fair
competition).
Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika
terjadi penimbunan (ihtikar) atau
monopoli. Monopoli setiap barang yang
penahanannya akan membahayakan
konsumen atau orang banyak.
c. Kejujuran (honesty),
kejujuran merupakan pilar yang sangat penting
dalam Islam, sebab kejujuran adalah
nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam
melarang tegas melakukan kebohongan
dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai
kebenaran ini akan berdampak
langsung kepada para pihak yang melakukan
transaksi dalam perdagangan dan
masyarakat secara luas.
d. Keterbukaan (transparancy) serta keadilan
(justice).
Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang
dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan
yang sesungguhnya.
3.
Dasar Teori Harga Dalam Islam
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat
dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw
sebagaimana
disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga
barang
di kota Madinah. Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih
dahulu
(lebih 1160 tahun) mengajarkan konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith.
Dalam
hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
“Harga
melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran
kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan
harga”.
Rasulullah
SAW. berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan
dan
melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui
Allahdalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman
dalam darah maupun harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga.
Rasulullah SAW dalam hadits tersebut
tidak
menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada
mekanisme
pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakanbahwa
harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.
4.
Ruang lingkup Teori Harga
a. Fungsi Harga
Secara umum, harga dapat berfungsi sebagai
berikut:
a. Sumber pendapatan atau keuntungan perusahaan
untuk mencapai tujuan produsen.
b. Pengendali tingkat permintaan dan penawaran.
c. Memengaruhi program pemasaran dan fungsi
bisnis lainnya bagi perusahaan.
b. Faktor Penentu Harga
Penentuan harga dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi:
a. Tujuan pemasaran (biaya, penguasaan pasar,
dan usaha)
b. Strategi marketing-mix (aspek harga dan non
harga)
c. Organisasi (struktur, skala, dan tipe).
Sedangkan Faktor eksternal meliputi:
a. Elastisitas permintaan dan kondisi
persaingan pasar.
b. Harga pesaing dan reaksi pesaing terhadap
perubahan harga;
c. Lingkungan eksternal lain, yaitu lingkungan
mikro (pemasok, penyalur, asosiasi,
dan masyarakat) dan lingkungan makro
(pemerintah, cadangan sumber daya, keadaan sosial).
c.
Batas Penentu Harga
Perubahan harga buka tanpa batas, melainkan
terbatasi oleh permintaan (customer demand), biaya (cost), dan persaingan
(competition). Posisi atau tingkat harga akan bergerak
berfluktuasi
dalam ruang gerak persaingan mengikuti kekuatan pesaing yang lebih besar.
Akan tetapi, perubahannya tidak melebihi batas
harga tertinggi dari permintaan pasar (batas atas) ataupun tidak lebih rendah
dari biaya yang ditanggung produsen (batas bawah)
d.Tahap
Penentuan Harga
Khusus untuk produk baru, penentuan harga
melalui prosedur berikut:
a. Memilih tujuan dan orientasi harga.
b. Memperkirakan permintaan produk dan
perilakunya.
c. Memperkirakan biaya dan perilakunya.
d. Melakukan analisis perilaku pesaing;
e. Menetukan strategi harga;
` f. Menyesuaikan harga akhir.
e.
Tujuan Harga
Secara umum, penentuan harga mempertimbangkan
batasan-batasan berikut:
a.
Biaya
bertujuan untuk mengendalikan keuntungan atau hanya untuk menutup
menutup
biaya;
b. Permintaan pasar bertujuan untuk
mengendalikan (memperluas ataupun mempertah-ankan) penjualan atau market-share.
c. Persaingan harga akan bertujuan untuk
mengendalikan (mengatasi atau
menghindari) persaingan.
C.
Pandangan Islam Terhadap Sewa, Upah, Riba, Bunga dan Keuntungan
A.
Sewa
1.
Pengertian Sewa
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau
kesepakatan di mana penyewa harus
membayarkan
atau memberikan imbalan atas manfaat dari benda atau barang yang dimiliki
oleh
pemilik barang yang dipinjamkan.
Jika melihat makna ijarah sebagai pemberian
imbalan atas suatu manfaat, maka secara garis besar ijarah itu terdiri atas:
1.
Pemberian
imbalan karena mengambil manfaat dari suatu ‘ain seperti rumah,
pakaian, dan lain-lain. Jenis ini mengarah pada
sewa menyewa.
2. Pemberian imbalan akibat suatu pekerjaan
yang dilakukan oleh nafs, seperti
pelayan. Jenis ini lebih tertuju pada upah
mengupah.
Dan kedua jenis ini menunjukan bahwa perburuhan
pun termasuk ke dalam bidang
ijarah.
2.Dasar
Hukum Syariat Sewa Menyewa
Sewa menyewa sangat dianjurkan dalam Islam
karena mengandung unsur tolong
menolong
dalam kebaikan antar sesama manusia. Sewa menyewa disahkan syariat
berdasarkan
Al-qur’an, sunnah, dan ijma’.
a. Al-Qashash:26
“Salah seorang dari wanita itu berkata, ‘ wahai
bapakku, ambillah ia sebagai orang
yang
bekerja ( pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
b. Ath-Thaalaq:6
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu, maka berikanlah
kepada mereka upahnya.” (Ath-Thaalaq: 6)
c.
Ahmad,
abu Dawud, dan an-Nasa’I meriwayatkan dari Said bin Abi waqqash r.a
yang berkata,
“ Dahulu kami menyewa tanah dengan bayaran
tanaman yang tumbuh,lalu
Rosulullah melarang praktik tersebut dan
memerintahkan kami agar
membayarnya dengan uang emas atau perak”.
d. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu
Abbas bahwa Nabi SAW bersabda,
“Berbekamlah kalian dan berikanlah upah
bekamnya kepada tukang bekam tersebut”.
3.Rukun
Sewa Menyewa.
Rukun sewa menyewa adalah :
a. Pelaku akad.
Pihak yang menyewakan disebut mu’ajjir, sedangkan
pihak yang menyewa disebut
musta’jir.
Syarat dari penyewa dan yang menyewakan adalah:
berakal, kehendak sendiri (bukan dipaksa), keduanya tidak bersifat mubazir,
balig (minimal berusia 15 tahun).
b. Objek akad,
yaitu barang atau manfaat yang disewakan serta
hujrah ( harga sewa).
c. Akad sewa.
Akad sewa dianggap sah setelah ijab qabul
dilakukan dengan lafadz sewa atau lafadz
lain yang menunjukan makna sama.
4.
Syarat Sah Sewa Menyewa.
Akad sewa menyewa akan sah jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Merelakan
kedua pihak pelaku, artinya kedua pelaku sewa menyewa tidak
melakukan akad secara terpaksa.
2. Mengetahui manfaat barang yang disewakan
dengan jelas.
3. Barang yang menjadi obyek akad dapat
diserahterimakan pada saat akad, baik
secara fisik ataupun definitive.
4. Barang dapat diserahterimakan, termasuk
manfaat yang dapat digunakan oleh
penyewa.
5. Manfaat barang tersebut status hukumnya
mubah, bukan termasuk barang yang
diharamkan.
6. Kompensasi harus berbentuk harta dengan
nilai jelas, konkrit atau dengan
menyebutkan criteria-kriterianya.
Kompensasi atau upah yang diberikan boleh
disesuaikan dengan standart kebiasaan
masyarakat
setempat. Sebagian ulama ada yang membolehkan mengupah dengan makanan
atau
pakaian dengan dalil hadist yang diriwayatkan oelh Ahmad dan Ibnu majah : kami
dulu pernah bersama Nabi, beliau lalu membaca Tha Sin Mim hingga ayat tentang
kisah nabi
Musa
a.s, lalu bersabda, ” sesungguhnya Musa menghambakan dirinya selama delapan
atau
sepuluh
tahun, untuk kepentingan menutupi aurat dan member makan perutnya”. (HR Ibnu
Majah dari Abu Bakara, Umar, dan Abu Musa).
B.
Upah
1.
Pengertian Upah
Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan
ajrun/ajrān yang berarti memberi
hadiah/
upah. Kata ajrān mengandung dua arti, yaitu balasan atas pekerjaan dan pahala.
Sedangkan upah menurut istilah adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran atas tenaga yang
telah dicurahkan untuk mengerjakan sesuatu.
Upah
diberikan sebagai balas jasa atau penggantian kerugian yang diterima oleh
pihak
buruh karena atas pencurahan tenaga kerjanya kepada orang lain yang berstatus
sebagai majikan.
2.
Dasar Hukum Upah
Sumber hukum dalam Islam yang dipakai dalam
menyelesaikan berbagai
permasalahan
yang terjadi adalah dengan menggunakan al-Qur’an dan Sunah Nabi,
disamping
masih banyak lagi sumber hukum yang dapat digunakan. al- Qur’an sebagai
sumber
hukum dasar yang menjadi pijakannya.
Allah
menegaskan tentang imbalan ini dalam Qur’an sbb :
a.
“Dan
katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu
itu, dan kamu akan dikembalikan kepadaAllah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang
nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.” (At Taubah :
105).
b.
“Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang
telah mereka kerjakan.
”(An Nahl : 97).
c.
“Sesungguhnya
mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik.” (Al Kahfi : 30).
3.
Bentuk dan Syarat Upah
1.
Bentuk-bentuk upah
Sesuai dengan pengertiannya bahwa upah bisa
berbentuk uang yang dibagi menurut
ketentuan yang seimbang, tetapi upah dapat
berbentuk selain itu. Adapun upah dapat
dibedakan
dalam dua bentuk, yaitu upah dalam bentuk uang dan upah dalam bentuk barang.
Taqiyyudin
an-Nabhani mengatakan bahwa upah dapat dibedakan menjadi:
a.
Upah
(ajrun ) musamma , yaitu upah yang telah disebutkan dalam perjanjian dan
dipersyaratkan ketika disebutkan harus disertai
adanya kerelaan kedua belah pihakdengan upah yang telah ditetapkan tersebut,
tidak ada unsur paksaan.
b.
Upah
(ajrun ) misl’ yaitu upah yang sepadan dengan kondisi pekerjaannya, baik
sepadan dengan jasa kerja maupun sepadan dengan
pekerjaannya saja.
2.
Syarat-syarat upah
Adapun
syarat-syarat upah, Taqiyyudin an-Nabhani memberikan kriteria sebagai berikut:
a.
Upah
hendaklah jelas dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan
ketidakjelasan dan disebutkan besar dan bentuk
upah.
b.
Upah
harus dibayarkan sesegera mungkin atau sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dalam akad.
c.
Upah
tersebut bisa dimanfaatkan oleh pekerja untuk memenuhi kebutuhan
kehidupannya dan keluarganya (baik dalam bentuk
uang atau barang atau jasa).
d.
Upah
yang diberikan harus sesuai dan berharga. Maksud dari sesuai adalah sesuai
dengan kesepakatan bersama, tidak dikurangi dan
tidak ditambahi.
Upah harus sesuai dengan pekerjaan yang telah
dikerjakan, tidaklah tepat jika
pekerjaan yang diberikan banyak dan beraneka
ragam jenisnya, sedangkan upah
yang diberikan tidak seimbang. Sedangkan
berharga maksudnya adalah upah
tersebut dapat diukur dengan uang.
e.
Upah
yang diberikan majikan bisa dipastikan kehalalannya, artinya barang-barang tersebut
bukanlah baring curian, rampasan, penipuan atau sejenisnya.
f.
Barang pengganti upah yang diberikan tidak
cacat, misalnya barang pengganti
tersebut
adalah nasi dan lauk pauk, maka tidak boleh diberikan yang sudah basi
atau
berbau kurang sedap.
3.
Upah dalam Akad Ijarah
1.
Pengertian Ijarah
Secara bahasa Ijarah adalah bentuk mashdar sim
a’i dari kata kerja yang berarti
memberi
hadiah atau upah atas sebuah pekerjaan, sedangkan dalam istilah fiqh muamalah,
terdapat
beberapa pengertian ijarah , yang secara umum sama atau saling melengkapi.
Madzhab
syafi’i mendefinisikan ijarah sebagai akad atas menfaat yang mubah dan jelas,
mungkin
untuk di berikan kepada orang lain dengan upah tertentu.
Berdasarkan pengertian ini, dalam akad ijarah,
obyek akad adalah berupa kegunaan
barang
yang jelas dan tertentu, akad ijarah tidak sah bila terjadi pada barang yang
habis
ketika dimanfaatkan, juga pada bentuk jasa
atau pekerjaan yang tidak jelas.
2.
Rukun dan Syarat Ijarah
Dalam melaksanakan akad ijarah , haruslah
dipenuhi rukun-rukunnya terlebih dahulu, apabila salah satu ruku tidak dapat
dipenuhi maka akad batal demi hukum.
Adapun rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Dua orang yang berakad
b. Shighat akad, yang menyatakan ijab dan qabul
c. Upah (Ajrun)
d. Manfaat
Dalam
akad ijarah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, secara umum, syarat-syarat
tersebut terbagi menjadi 4, yaitu (1) Syarat terjadinya Ijarah (2) Syarat Sah
Ijarah
(3)
Syarat tetap hukum ijarah , dan (4) Syarat berlakunya ijarah , masing-masing
syarat
tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Syarat terjadinya ijarah
Yang dimaksud dengan syarat ini adalah syarat
yang harus terpenuhi sehingga akad
ijarah dapat dilaksanakan, syarat ini dalam
istilah fiqh disebut Syarat In’iqad.
Syarat tersebut adalah akad ijarah dilakukan
oleh orang berakal. Imam Syafi’i
berpendapat bahwa orang yang melakukan akad
syaratnya adalah mukallaf yaitu
baligh dan berakal, tidak disyaratkan bagi
orang yang berakad itu beragama Islam,
sehingga diperbolehkan akad dengan non muslim
atau sebaliknya.
b. Syarat sah Ijarah
Adalah syarat yang harus dipenuhi sehingga akad
ij a rah dinyatakan sah,
syarat-syarat tersebut adalah :
1) Adanya kerelaan dari dua belah pihak yang
berakad,
Akad dilaksanakan berdasarkan suka sama suka,
Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat An Nisa (4) :9, yang berbunyi
2) Manfaat atau jasa yang disepakati harus
dijelaskan guna menghindari perselisihan.
3) Manfaat atau jasa yang disepakati dalam akad
harus benar-benar mungkin untuk dipenuhi secara syar’i.
4) Manfaat atau jasa yang disepakati dalam akad
adalah mubah menurut syara’ dan
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
5) Pekerjaan yang dijanjikan bukan merupakan
suatu kewajiban pekerja sebelum
pelaksanaan akad
6) Pekerja tidak boleh mengambil manfaat
(secara langsung) dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
c.
Syarat
tetap hukum ijarah atau dalam literatur fiqh sering disebut Syarat luz um
akad adalah syarat yang harus dipenuhi sehingga
kesepakatan dalam akad ijarah
memiliki ketetapan untuk diberlakukan,
syarat-syarat ini yaitu:
1) Akad hendaknya merupakan akad shahih .
2) Terhindarnya obyek akad dari
kerusakan-kerusakan setelah diambil manfaatnya.
3) Tidak
terdapat cacat terhadap pekerja maupun pengelola perusahaan.
d. Syarat berlakunya ijarah , syarat ini
disebut juga Syarat Nufudz, yang
mensyaratkan dalam akad ijarah adanya hak milik
dan kekuasaan atas manfaat atau
jasa, sebagai contoh, barang yang disewakan
oleh orang lain tanpa seizin pemiliknya, maka ijarah ini tidak boleh
diberlakukan.
C.
Riba
1.Pengertian
Riba
Riba adalah suatu akad atau transaksi atas
barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat
atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah
satunya.
Adapun
pengertian riba menurut beberapa ulama adalah sebagai berikut :
Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini,
riba
adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak
d
iketahui
kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang
menjadi objek akad atau salah satunya.
Menurut Al-Jurnaini
merumuskan
definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau
imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an,
riba
adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang
yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat
tambahan
1000
rupiah tanpa ganti.
Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia,
riba
adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran
yang
diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at.
2.
Hukum Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan
keuntungan berupa riba pinjaman
haram.
Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah
berfirman “orang-orang yang makan
(mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang
kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu
adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat
278-279, “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah
kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang
yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”.
Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman,
“hai orangorang yang beriman,
janganlah
kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan
riba, pemberi makan riba, dua
saksinya,
dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw
bersabda, “satu dirham yang riba
dimakan
seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda,
“riba itu memounyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya)
seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.
3.
Sebab-sebab Riba di Haramkan
1. Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau
mengharamkannya.
Dibuktikan dalam surat Al-Baqarah:275, Ali
Imran:130, An-Nisa:161, AL-Baqarah:276, Al-Baqarah 278 dan beberapa Hadis Nabi.
2.
Karena
Riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada
imbangannya.
3.
Dengan
melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut
syara’.
4.
Riba
menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesame manusia dengan
cara utang-piutang atau menghilangkan faidah
utang piutang sehingga riba lebih
cenderung memeras orang miskin daripada
menolong orang miskin.
4.Macam-macam
Riba
a) Riba Fadhli
Riba
Fadhli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya.
Misalnya,
cincin
emas 24 karat seberat 5 gram ditukar dengan emas 24 karat namun seberat 4 gram.
Kelebihannya
itulah yang termasuk riba.
b) Riba Qordhi
Riba
Qordhi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si Udin bersedia meminjami si Imam uang sebesar
Rp300.000,00 asal si Imam bersedia mengembalikannya sebesar Rp325.000,00. Bunga
pinjaman itulah yang disebut
riba.
c) Riba Yadi
Riba
Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, akan tetapi
penjual
dan
pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang atau
ketela yang masih di dalam tanah.
d) Riba Nasi’ah
Riba
Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang dilakukan beberapa
waktu
kemudian.
Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian
diserahkan
setelah buah-buahan tersebut besar-besar atau setelah layak dipetik. Contoh
lain, membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah musim panen.
D.
Bunga
1.
Pengertian Bunga dalam pandangan Islam
Yusuf Qardawi menyamakan suku bunga dengan
riba. Ia menyatakan “bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang
diharamkan, karena riba adalah semua
tambahan
yang disyaratkan atas pokok harta.” Ia
menambahkan: “apa yang diambil
seseorang
tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan ataspokok
hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba.”
Bunga menurut Maulana Muhammad Ali adalah
tambahan pembayaran atas jumlah
pokok
pinjaman.
Sedangkan menurut Al-Jurjani, bunga adalah:
“kelebihan/ tambahan pembayaran
tanpa
ada ganti rugi/ imbalan yang disaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang
berakad (bertransaksi)” .
2.
Hukum Bunga dalam Islam
Penetapan telah terjadinya ijma’ ulama tentang
keharaman bunga bank bukan kesimpulan yang bersifat gampangan, tetapi setelah
melakukan penelitian yang mendalam terhadap pendapat semua pakar ekonomi Islam
sejak tahun 1970-an hingga saat ini.
Beberapa
pendapat
diantaranya:
a. Yusuf Qardawi
Dalam
bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardawi menyamakan bunga dengan riba
dan, riba adalah haram. Ia menyatakan: “bunga yang diambil oleh penabung di
bank adalah
riba yang diharamkan, karena riba adalah semua
tambahan yang disyaratkan atas pokok hartaDalam bukunya yang lain, ia
menyatakan bahwa Islam membenarkan pengembangan uang
dengan
jalan perdagangan.
Seperti
firman Allah:
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ
ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ
ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu
dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling
kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’: 29)
Selanjutnya
ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan
mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ
ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ
ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan
kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan
jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’:
29)
Selanjutnya
ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan
mengembangkan
uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT :
ﻱ ﺎَﻬُّﻳَﺃﺍَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻘِﻲَ
ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ( 278 ) ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ
ﻓَﺄْﺫَﻧُﻮﺍ ﺑِﺤَﺮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﺭُﺀُﻭﺱُ
ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ ( 279 )
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa
yangtertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak
mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan
jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak
boleh berbuat zalim juga tidak
mau
dizalimi.” (al-Baqarah: 278-279)
Selain
fatwa beberapa ulama di atas, berbagai fatwa majelis fatwa ormas Islam, baik di
Indonesia maupun dunia internasional telah melahirkan suatu asumsi umum bahwa
bunga bank
sama
dengan riba.
Berikut
ini adalah cuplikan dari keputusan – keputusan penting yang berkaitan dengan
pengharaman
bunga bank yang dikeluarkan oleh beberapa majelis fatwa ormas Islam:
a. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Beberapa
isi Fatwa MUI no. 1 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1.
Praktek
pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada
jaman Rasulullah SAW, yaitu Riba Nasi’ah.
Dengan demikian, praktek
pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk
Riba, dan Riba Haram
Hukumnya.
2.
Praktek
Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank,Asuransi,
Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya
maupun dilakukan oleh individu.
b. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Tarjih Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan:
1. Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil
al-Quran dan Sunnah
2. Bank dengan sistem bunga hukumnya haram dan
bank tanpa riba hukumnya halal
3. Bunga yang diberikan oleh bank – bank milik
negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk
perkara mutasyabihat.
Hasil
kesepakatan inilah yang melatarbelakangi lahirnya bank pembangunan Islam atau
Islamic Development Bank (IDB)
d. Mufti Negara Mesir
Keputusan
Mufti Negara Mesir terhadap hukum bunga bank senantiasa tetap dan konsisten.
Tercatat
sekurang-kurangnya sejak tahun 1900 hingga 1989, mufti Negara Republik Arab
Mesir
memutuskan bahwa bunga bank termasuk salah satu bentuk riba yang diharamkan
secara
syariah. [16]
e. Konsul Kajian Islam Dunia [17]
Ulama
– ulama besar yang tergabung ke dalam Konsul Kajian Islam Dunia (KKID) telah
memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank. Dalam konferensi II KKID yang
diselenggarakan di universitas al-Azhar, Cairo pada bulan Mei 1965, ditetapkan
bahwa tidak ada sedikitpun keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang
seperti yang dilakukan bank – bank konvensional.
E.
Keuntungan
1. Filosofi Laba dalam perspektif syariah
Islam
memiliki nilai komprehensif yang berarti syariah islam merangkum seluruh aspek
kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun social (mu’āmalah).
Dalam
Islam ekonomi adalah bagian dari tatanan islam yang perspektif. Islam meletakan
eko-nomi posisi tengah dan keseimbangan yang adil.
Keseimbangan
ini diterapkan dalam segala bidang ekonomi. Segi imbang antara modal dan
usaha,
antara produksi dan konsumsi, antara produsen, perantara, dan konsumen dan
antara
golongan-golongan
dalam masyarakat. Termasuk dari keadilan dalam pola produksi,
distribusi,
dan sirkulasi ekonomi adalah adanya pelarangan jual beli yang dipandang
merugikan
keduabelah pihak atau salah satunya.
Namun
pada praktik jual-beli terkadang manusia lupa bahwa semua aktivitas yang
dilakukannya seharusnya dikerjakan dalam kerangka “ibadah ”, Sehingga
masing-masing orang harus
berpikir
untuk dapat berbuat sesuatu dalam rangka menciptakan mashlahah timbal-balik
(antar
sesama manusia) yang semuanya kembali dari keyakinan konsep kepemilikan harta
yang
ada dalam islam.
Kurangnya
pemahaman dasar-dasar pengetahuan agama islam yang benar serta tidak
meratanya
informasi akan permasalahan ini menjadikan manusia melakukan transaksi jual
beli
yang ada tanpa melihat nilai yang ada pada transaksi tersebut.
Tujuan
dalam perdagangan dalam arti sederhana adalah memperoleh laba atau keuntungan,
secara
ilmu ekonomi murni asumsi yang sederhana menyatakan bahwa sebuah industry
dalam
menjalankan produksinya adalah bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan
(laba/profit)
dengan cara dan sumber-sumber yang halal?
Jual
beli dalam Islam dilandasi dengan nilai kesatuan (ketauhidan), keseimbangan ,
kebebasan,
dan tanggung jawab . Setiap aktifitas bisnis dalam islam selalu diarahkan pada
prinsip-prinsip
yang tertuju kepada kemanslahatan pelakunya dan ummat. Jual beli dalam
islam
akan selalu selaras dengan fitrah tujuan penciptaan manusia, yaitu bernilai
peribadatan. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat ( falāh), serta kehidupan yang
baik dan terhormat
(
al-hāyah al-tayyibah ).
Dalam
konsep jual beli dan perolehan laba Islami, memberikan tuntunan pada manusia
dalamperilakunya untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan keterbatasan alat
pemuas dengan
jalan
yang baik dan alat pemuas yang tentunya halal, secara zatnya maupun secara
perolehannya. Prinsip keridhoan , ta’āwun , kemudahan, dan transparansi , dalam
jual beli Islam
mencegah
usaha-usaha eksploitasi kekayaan dan serta mengambil keuntungan dari kerugian
pihak
lain. Konsep laba dalam Islam, secara teoritis dan realita tidak hanya
berasaskan pada
logika
semata-mata, akan tetapi juga berasaskan pada nilai-nilai moral dan etika serta
tetap
berpedoman
kepada petunjuk-petunjuk dari Allah .
Manusia
dalam asumsi Islam adalah pengejewantahan ‘Ibadurrahman, (QS al Furqan
[25]:63).
D.
Hukum Islam dalam mengatur Harta Waris
1.
Pengertian Warisan
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts ( ﺍﻹﺭﺙ) atau al-mirats ( ﺍﻟﻤﻴﺮﺍﺙ) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta
orang yang sudah meninggal (mayit).
Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2
arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum
yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.
Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam
adalah berpindahnya harta seorang
(yang
mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau
perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam
berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.
2.
Dalil Hukum Waris
- QS An-Nisa' 4:176
ﻳَﺴْﺘَﻔْﺘُﻮﻧَﻚَ ﻗُﻞْ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳُﻔْﺘِﻴﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﻼﻟَﺔِ ﺇِﻥْ ﺍﻣْﺮُﺅٌ
ﻫَﻠَﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻪُ ﻭَﻟَﺪٌ ﻭَﻟَﻪُ ﺃُﺧْﺖٌ ﻓَﻠَﻬَﺎ ﻧِﺼْﻒُ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻙَ ﻭَﻫُﻮَ
ﻳَﺮِﺛُﻬَﺎ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻬَﺎ ﻭَﻟَﺪٌ ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺘَﺎ ﺍﺛْﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻓَﻠَﻬُﻤَﺎ
ﺍﻟﺜُّﻠُﺜَﺎﻥِ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﺮَﻙَ
Artinya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) . Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu):
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal.
3.
Kewajiban Ahli Waris Kepada Pewaris
Sebelum harta dibagi, ahli waris punya
kewajiban terdadap pewaris yang wafat sbb:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman
jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa
pengobatan, perawatan, termasuk
kewajiban pewaris maupun penagih
piutang;"
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris
yang berhak.
*Tanggung
jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada
jumlah atau nilai harta peninggalannya
4.
Syarat Warisan Islam
Syarat
waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara
hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki
pada waktu pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti,
termasuk jumlah bagian masing-masing
5.
Rukun Waris
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk
menguasai atau menerima harta
peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.
6.
Bagian Waris Anak Laki-laki
Anak laki-laki selalu mendapat asabah atau sisa
harta setelah dibagikan pada ahli
waris
yang lain. Walaupun demikian, anak laki-laki selalu mendapat bagian terbanyak
karena keberadaannya dapat mengurangi bagian atau menghilangkan sama sekali
(mahjub/hirman)
hak
dari ahli waris yang lain.
Dalam
ilmu faraidh, anak laki-laki disebut ahli waris ashabah binafsih (asabah dengan
diri sendiri)
7.
Bagian Waris Anak Perempuan
- Anak perempuan mendapat 1/2 (setengah) harta
warisan apabila (a) sendirian
(anak tunggal) dan (b) tidak ada anak
laki-laki.
- Anak perempuan Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila
(a) lebih dari satu dan (b) tidak ada
anak laki-laki.
- Anak perempuan mendapat bagian asabah (sisa)
apabila ada anak laki-laki.
Dalam keadaan ini maka anak perempuan mendapat
setengah atau separuh dari
bagian anak laki-laki. (QS An-Nisa' 4:11
8.
Ahli Waris dan Bagian Waris
Dalam ilmu faraidh (faroidh) ada 2 istilah yang
paling dikenal yaitu al-furudh al-muqaddarah (bagian yang ditentukan) dan
asabah atau bagian yang tidak ditentukan.
A. Al-Fardhu al-Muqaddarah (Bagian yang
ditentukan).
Yaitu
jumlah atau porsi bagian warisan yang ditentukan oleh syariah yaitu 1/2
(setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3
(sepertiga), 1/6 (seperenam).
B. Ashabah (At-Tanshib)
Yaitu
orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli waris yang
tidak
memiliki bagian tertentu.
1.
Ahli Waris
Ahli waris ada 3 macam yaitu ashabul furudh
yang memiliki bagian yang sudah
ditentukan
seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki bagian yang
ditentukan
dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan kondisi dan situasi ada atau
tidak
adanya ahli waris yang lain.
a. AHLI WARIS ASHABUL FURUDH
Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli
waris dengan bagian tertentu yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan
seibu, nenek dari ibu atau bapak, suami, istri.
b.AHLI WARIS ASHABAH
Ahli
waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa yaitu anak laki,
cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak saudara laki
kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung dari ayah ( ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ), paman kandung dari ayah sebapak ( ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺏ ) dan ke atas, anak laki paman kandung dari ayah
( ﺇﺑﻦ
ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ), anak
laki paman dari ayah sebapak ( ﺇﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺏ ) dan ke
bawah.
c. AHLI WARIS GABUNGAN FURUDH DAN ASHABAH
Ahli
waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau salahsatunya yaitu
bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah yaitu anak perepuan
satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki ( ﺑﻨﺖ ﺍﻹﺑﻦ ) satu atau lebih, saudara perempuan satu atau
lebih, saudara perempuan sebapak satu atau lebih
9.
Faktor-faktor yang menyebabkan gugurnya Harta Waris
Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan ahli waris
tidak dapat mendapatkan warisan
yaitu
1. Pembunuhan. Ahli waris membunuh yang
mewarisi.
2. Beda agama.
3. Budak.
4. Ahli waris meninggal terlebih dahulu dari
pewaris.
5. Mahjub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak
waris seseorang karena adanya ahli
waris yang lebih kuat kedudukannya. Misal, cucu
laki-laki tidak mendapat warisan
karena adanya anak laki-laki.
BAB III
PENUTUP
1.4
Kesimpulan
Ekonomi
islam mengambil jalan tengah yaitu membantu dalam mengakan suatu sistem yang
adil dan merata,sisitem ini tidak memberikan kebeasan hak milik pribadi secara individual
dalam bidang produksi,tidak pula mengikat mereka dengan suatu sistem pemerataan
ekonomi
yang seolah olah tidak boleh memliliki kekayaan secara bebas,islam mengatur
distribusi
harta kekayaan termasuk pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi
komoditas diantara golongan orang kaya
saja,selain itu untuk mencapai pemerataan
pendapatan kepada semua
masyarakat secara objektif.
1.5.Saran
Penerapan
sistem ekonomi islam sangat penting bagi pengembangan perekonomian disetiap
negara terutama pada negara berkembang yang
banyak sumber daya alam dan manusia yang bisa dikelola dengan baik,harapan ini
mungkin bisa menjadi sebuah kenyataan yang akan
terjadi
di masa akan datang dimana ketika kita semua telah memahami bahwa sistem
ekonomi
islam merupakan sistem perekonomian yang tepat untuk meniadakan kemiskinan
dengan
mensejahterakan setiap umatnya
DAFTAR
PUSTAKA