Senin, 20 Maret 2017

TEORI HARGA-HARGA DALAM NEGARA ISLAM



Ekonomi Syariah
Dosen: Bpk. Rusdi
 TEORI HARGA-HARGA DALAM NEGARA ISLAM





Kelompok 3:
Dede Sri Hartati      2014122581
Nurul Hanifah          2014122765
Rahayu                      2014121469
Sarimauli Pransisca 2014122236







04 SAKEF
RUANG 641
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang-Tangerang Selatan
Telp/Fax : 021-7412566/71709855 http://www.unpam.ac.id
2016


KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah membimbing kami menyelesaikan makalah     ini dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongan dan petunjuk dari-nya , kami tidak akan ma-mpu menyelesaikan makalah ini dengan penuh kelancaran.
Makalah ini kami susun agar pembaca dapat memahami tentang Ekonomi Dalam
Islam, kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak
 membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi wawasan dan pemahaman yang
luas kepada pembaca. Kami menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga kami masih mengharap kritik dan saran dari para pembaca.
Atas perhatianya kami ucapkan terima kasih.


Tangerang Selatan 30 mei 2016






















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis),disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama
sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah
maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di
dunia, termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan
 mekanismenya, pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melaku-kan transaksi jual beli barang dan atau jasa.
Attensi Islam terhadap jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian dapat dilihat
dalam surat Al Baqarah ayat 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Firman Allah :
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻻَ ﻳَﻘُﻮﻣُﻮﻥَ ﺇِﻻَّ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮﻡُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺘَﺨَﺒَّﻄُﻪُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺲِّ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺄَﻧَّﻬُﻢْ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊُ ﻣِﺜْﻞُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﺃَﺣَﻞَّ ﺍﻟﻠّﻪُ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﻭَﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻓَﻤَﻦ ﺟَﺎﺀﻩُ ﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻪِ ﻓَﺎﻧﺘَﻬَﻰَ ﻓَﻠَﻪُ ﻣَﺎ ﺳَﻠَﻒَ ﻭَﺃَﻣْﺮُﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﺎﺩَ ﻓَﺄُﻭْﻟَـﺌِﻚَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﺎﻟِﺪُﻭﻥَ
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah : 275)

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Distribusi Pendapatan dan Kekayaan Dalam Islam ?
2. Bagaimana teori harga dan Mekanisme Pasar dalam Islam ?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap Sewa,Upah,Riba,Bunga, dan Keuntungan ?
4. Bagaimana Hukum Islam dalam mengatur Harta Waris ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui distribusi pendapatan dan kekayaan dalam islam
2. Untuk mengetahui teori harga dan mekanisme pasar dalam islam
3. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap sewa,upah,riba,bunga, dan keuntungan
4. Untuk mengetahui hukum islam dalam mengatur harta waris





BAB II

PEMBAHASAN


A. Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam

1. Pengertian Distribusi, Pendapatan dan Kekayaan
Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba,
yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan
pengusaha- pengusaha.
Dalam proses distribusi penentuan harga yang dipandang dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si pembayar biaya-biaya, distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran, kadang-kadang distribusi dinamakan sebagai fungsional distribution.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan (income),
secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.
Sementara kekayaan (wealth) diartikan oleh Winardi (1989) sebagai segala sesuatu
yang berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti khusus
seperti kekayaan nasional. Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai obyek-obyek
material, yang ekstern bagi manusia yang bersifat : berguna, dapat dicapai dan langka, keban-yakan ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta
kekayaan, misalnya saham, obligasi, surat hipotik karena dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri.

2. Dampak Distribusi dalam Islam
Distribusi pendapatan merupakan bagian yang penting dalam membentuk
Kesejahteraan, dampak dari distribusi pendapatan bukan saja pada aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan politik. Oleh karena itu islam memberi perhatian lebih terhadap distribusi pendapatan dalam masyarakat.
Dampak yang di timbulkan dari distribusi pendapatan yang di dasarkan atas konsep islam :
a.       Dalam konsep islam perilaku distribusi pendapatan dalam masyarakat merupakan
bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada
Allah, oleh karena itu, distribusi dalam islam akan menciptakan kehidupan yang
saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain tidak akan
sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain, tidak ada upaya
membatasi optimalisasi distribusi pendapatan di dalam masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tercela, manipulasi, korupsi, spekulasi, dan sebagainya sehingga timbul ketakutan, ketidakpercayaan, dan kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.
b.      Seorang muslim akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-
barang yang merusak masyarakat misalnya minuman keras, obat terlarang,
pembajakan, dan sebagainya sebagai media distribusi.
Dalam islam distribusi tidak hanya di dasarkan optimalisasi dampak barang tersebuat terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap perilaku masyar-akat yang mengkonsumsinya.
c.       Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Oleh karena itu sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan
sampai jatuh di tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.
d.      Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang
berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti ; sekolah,
rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan,jembatan dan sebagainya.
Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang di gunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan.Misalnya, sekolah akan mencetak
manusia yang pandai sehingga bisa memikirkan yang terbaik dari keadaan umat
manusia, rumah sakit menciptakan orang sehat sehingga bisa bekerja dengan baik,
lapangan kerja mengurangi angka kriminalitas dan ketakutan dan sebagainya.

3. Prinsip Distribusi dalam Islam
            a. Prinsip keadilan atau pemerataan
Kekayaan tidak boleh dipusatkan pada sekelompok orang saja, tetapi harus
menyebar kepada seluruh masyarakat.
Macam-macam factor produksi yang bersumber dari kekayaan nasional harus dibagi
secara adil, islam menginginkan persamaan kesempatan dalam meraih harta kekayaanterlepas dari tingkatan social, kepercayaan dan warna kulit, islam menjamin akan
tersebarnya harta kekayaan di masyarakat dengan adanya distribusi yang adil.
b. Prinsip persaudaraan atau kasih sayang
Menggambarkan adanya solidaritas individu dan social dalam masyarakat islam,
bentuknyata ini tercermin pada pola hubungan sesame muslim,rasa persaudaraan
sejati yang tidak akan terpecah-belah oleh kekuatan-kekuatan duniawi inilah yang
mempersatukan individu kedalam masyarakat.
·           Peradaban manusia mencapai tingkat universalitas yang sesungguhnya, yaitu adanya
            saling bersandar, saling membutuhkan yang dihayati oleh seorang muslim maupun
masyarakat islam yang akan memperkokoh solidaritas seluruh anggota masyarakat
dalam aspek kehidupan yang termasuk juga aspek ekonomi.
c. Prinsip jaminan sosial
Prinsip pokok dalam distribusi kekayaan, tidak hanya sebagai prinsip semata,
melainkan menggariskan dan menentukannya dalam sistem yang sempurna seperti
zakat, sedekah, dll.
Prinsip ini memuat beberapa elemen dasar, yaitu: pertama, bahwa SDA harus
dinikmati oleh semua makhluk Allah. Kedua, adanya perhatian terhadap fakir miskin
terutama oleh orang yang punya uang. Ketiga, kekayaan tidak boleh dinikmati dan
hanya berputar pada kalangan orang kaya saja. Keempat, perintah untuk berbuat baik kepada orang lain. kelima, orang islam yang tidak punya kekayaan harus mampu dan mau menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan social. Keenam, larangan berbuat
baik karena ingin dipuji orang (riya’). Ketujuh, jaminan social itu harus diberikan
kepada mereka yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pihak yang berhak
atas jaminan social itu.

4. Tujuan Distribusi
a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
Moral yang paling penting dan efektif yang Allah perintahkan adalah untuk
menyebarkan kesejahteraan nasional melaui prinsip andak al-afw ( kekayaan yang me-lebihi kebutuhan yang tersisa setelah semua kebutuhan terpenuhi).
Orang islam diperintahkan untuk memberikan hartanya sampai kebutuhan fakir
miskin terpenuhi.
b.Mengurangi ketidak-samaan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat.
Tujuan yang kedua adalah untuk mengurangi ketidaksamaan pendapatan dan
kekayaan dalam masyarakat,apabila terjadi perbedaan ekonomi yang mencolok antarayang kaya dan miskin akan mengakibatkan adanya sifat saling benci yang pada
akhirnya melahirkan sikap permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
c. Untuk mensucikan jiwa dan harta.
Untuk mensucikan jiwa dan harta orang yang melekukkan derma (amal). Orang yang mampu mendistribusikan hartanya akan terhindar dari sifat kikir, dan akan
menguatkan tali persaudaraan antar sesama manusia.
d. Untuk membangun generasi yang unggul.
Distribusi juga bertujuan untuk membangun generasi penerus yang unggul, khususnyadalam bidang ekonomi, karena generasi muda merupakan penerus dalam sebuah
kepemimpinan suatu bangsa.



e. Untuk mengembangkan harta.
Pengembangan ini dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama, sisi spiritual, berdasarkan       firman Allah dalam Al-Qur’an (Allah hendak memusnahkan Riba dan menyuburkan
sedekah). Kedua, sisi ekonomi, dengan adanya distribusi harta kekayaan maka akan
mendorong terciptanya produktivitas, daya beli dalam masyarakat akan meningkat.

B. Teori Harga dan Mekanisme Pasar dalam Islam

1. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia .
Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat
atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu
barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara penjual danpembeli, maka akan membentuk harga yang akan disepakati oleh keduanya.
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang
akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan
terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian
disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian.
praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai
harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga
terjadi karena mekanisme pasar yang wajar.

2. Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar dalam Islam
a. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract ). Hal ini sesuai dengan Qur’an Surat an Nisa’ ayat 29:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥ                  
ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍْ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤﺎً
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu .”(QS: An-Nisa’: 29)
b. Berdasarkan persaingan sehat (fair competition).
Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau
monopoli. Monopoli setiap barang yang penahanannya akan membahayakan
konsumen atau orang banyak.
c. Kejujuran (honesty),
kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran adalah
nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan
dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak
langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan
masyarakat secara luas.
d. Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice).
Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.

3. Dasar Teori Harga Dalam Islam
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw
sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga
barang di kota Madinah. Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih
dahulu (lebih 1160 tahun) mengajarkan konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith.
Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan harga”.
Rasulullah SAW. berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan
dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allahdalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut
tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada
mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakanbahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.

4. Ruang lingkup Teori Harga
a. Fungsi Harga
Secara umum, harga dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Sumber pendapatan atau keuntungan perusahaan untuk mencapai tujuan produsen.
b. Pengendali tingkat permintaan dan penawaran.
c. Memengaruhi program pemasaran dan fungsi bisnis lainnya bagi perusahaan.

b. Faktor Penentu Harga
Penentuan harga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi:
a. Tujuan pemasaran (biaya, penguasaan pasar, dan usaha)
b. Strategi marketing-mix (aspek harga dan non harga)
c. Organisasi (struktur, skala, dan tipe).

Sedangkan Faktor eksternal meliputi:
a. Elastisitas permintaan dan kondisi persaingan pasar.
b. Harga pesaing dan reaksi pesaing terhadap perubahan harga;
c. Lingkungan eksternal lain, yaitu lingkungan mikro (pemasok, penyalur, asosiasi,
dan masyarakat) dan lingkungan makro (pemerintah, cadangan sumber daya, keadaan sosial).

c. Batas Penentu Harga
Perubahan harga buka tanpa batas, melainkan terbatasi oleh permintaan (customer demand), biaya (cost), dan persaingan (competition). Posisi atau tingkat harga akan bergerak
berfluktuasi dalam ruang gerak persaingan mengikuti kekuatan pesaing yang lebih besar.
Akan tetapi, perubahannya tidak melebihi batas harga tertinggi dari permintaan pasar (batas atas) ataupun tidak lebih rendah dari biaya yang ditanggung produsen (batas bawah)

d.Tahap Penentuan Harga
Khusus untuk produk baru, penentuan harga melalui prosedur berikut:
a. Memilih tujuan dan orientasi harga.
b. Memperkirakan permintaan produk dan perilakunya.
c. Memperkirakan biaya dan perilakunya.
d. Melakukan analisis perilaku pesaing;
e. Menetukan strategi harga;
`           f. Menyesuaikan harga akhir.

e. Tujuan Harga
Secara umum, penentuan harga mempertimbangkan batasan-batasan berikut:
a.       Biaya bertujuan untuk mengendalikan keuntungan atau hanya untuk menutup
 menutup biaya;
b. Permintaan pasar bertujuan untuk mengendalikan (memperluas ataupun mempertah-ankan) penjualan atau market-share.
c. Persaingan harga akan bertujuan untuk mengendalikan (mengatasi atau
menghindari) persaingan.

C. Pandangan Islam Terhadap Sewa, Upah, Riba, Bunga dan Keuntungan

A. Sewa

1. Pengertian Sewa
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau kesepakatan di mana penyewa harus
membayarkan atau memberikan imbalan atas manfaat dari benda atau barang yang dimiliki
oleh pemilik barang yang dipinjamkan.
Jika melihat makna ijarah sebagai pemberian imbalan atas suatu manfaat, maka secara garis besar ijarah itu terdiri atas:
1.      Pemberian imbalan karena mengambil manfaat dari suatu ‘ain seperti rumah,
pakaian, dan lain-lain. Jenis ini mengarah pada sewa menyewa.
2. Pemberian imbalan akibat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh nafs, seperti
pelayan. Jenis ini lebih tertuju pada upah mengupah.
Dan kedua jenis ini menunjukan bahwa perburuhan pun termasuk ke dalam bidang
ijarah.

2.Dasar Hukum Syariat Sewa Menyewa
Sewa menyewa sangat dianjurkan dalam Islam karena mengandung unsur tolong
menolong dalam kebaikan antar sesama manusia. Sewa menyewa disahkan syariat
berdasarkan Al-qur’an, sunnah, dan ijma’.
a. Al-Qashash:26
“Salah seorang dari wanita itu berkata, ‘ wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang
 yang bekerja ( pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
 ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
b. Ath-Thaalaq:6
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah
kepada mereka upahnya.” (Ath-Thaalaq: 6)
c.       Ahmad, abu Dawud, dan an-Nasa’I meriwayatkan dari Said bin Abi waqqash r.a
yang berkata,
“ Dahulu kami menyewa tanah dengan bayaran tanaman yang tumbuh,lalu
Rosulullah melarang praktik tersebut dan memerintahkan kami agar
membayarnya dengan uang emas atau perak”.
d. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda,
“Berbekamlah kalian dan berikanlah upah bekamnya kepada tukang bekam tersebut”.


3.Rukun Sewa Menyewa.
Rukun sewa menyewa adalah :
a. Pelaku akad.
Pihak yang menyewakan disebut mu’ajjir, sedangkan pihak yang menyewa disebut
musta’jir.
Syarat dari penyewa dan yang menyewakan adalah: berakal, kehendak sendiri (bukan dipaksa), keduanya tidak bersifat mubazir, balig (minimal berusia 15 tahun).
b. Objek akad,
yaitu barang atau manfaat yang disewakan serta hujrah ( harga sewa).
c. Akad sewa.
Akad sewa dianggap sah setelah ijab qabul dilakukan dengan lafadz sewa atau lafadz
lain yang menunjukan makna sama.

4. Syarat Sah Sewa Menyewa.
Akad sewa menyewa akan sah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Merelakan kedua pihak pelaku, artinya kedua pelaku sewa menyewa tidak
 melakukan akad secara terpaksa.
2. Mengetahui manfaat barang yang disewakan dengan jelas.
3. Barang yang menjadi obyek akad dapat diserahterimakan pada saat akad, baik
secara fisik ataupun definitive.
4. Barang dapat diserahterimakan, termasuk manfaat yang dapat digunakan oleh
 penyewa.
5. Manfaat barang tersebut status hukumnya mubah, bukan termasuk barang yang
diharamkan.
6. Kompensasi harus berbentuk harta dengan nilai jelas, konkrit atau dengan
menyebutkan criteria-kriterianya.
Kompensasi atau upah yang diberikan boleh disesuaikan dengan standart kebiasaan
masyarakat setempat. Sebagian ulama ada yang membolehkan mengupah dengan makanan
atau pakaian dengan dalil hadist yang diriwayatkan oelh Ahmad dan Ibnu majah : kami dulu pernah bersama Nabi, beliau lalu membaca Tha Sin Mim hingga ayat tentang kisah nabi
Musa a.s, lalu bersabda, ” sesungguhnya Musa menghambakan dirinya selama delapan atau
sepuluh tahun, untuk kepentingan menutupi aurat dan member makan perutnya”. (HR Ibnu Majah dari Abu Bakara, Umar, dan Abu Musa).





B. Upah

1. Pengertian Upah
Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan ajrun/ajrān yang berarti memberi
hadiah/ upah. Kata ajrān mengandung dua arti, yaitu balasan atas pekerjaan dan pahala.
Sedangkan upah menurut istilah adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran atas tenaga yang telah dicurahkan untuk mengerjakan sesuatu.
 Upah diberikan sebagai balas jasa atau penggantian kerugian yang diterima oleh
pihak buruh karena atas pencurahan tenaga kerjanya kepada orang lain yang berstatus sebagai majikan.

2. Dasar Hukum Upah
Sumber hukum dalam Islam yang dipakai dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan yang terjadi adalah dengan menggunakan al-Qur’an dan Sunah Nabi,
disamping masih banyak lagi sumber hukum yang dapat digunakan. al- Qur’an sebagai
sumber hukum dasar yang menjadi pijakannya.
Allah menegaskan tentang imbalan ini dalam Qur’an sbb :
a.       “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepadaAllah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.” (At Taubah : 105).
b.      “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan.
”(An Nahl : 97).
c.       “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik.” (Al Kahfi : 30).









3. Bentuk dan Syarat Upah

1. Bentuk-bentuk upah
Sesuai dengan pengertiannya bahwa upah bisa berbentuk uang yang dibagi menurut
 ketentuan yang seimbang, tetapi upah dapat berbentuk selain itu. Adapun upah dapat
dibedakan dalam dua bentuk, yaitu upah dalam bentuk uang dan upah dalam bentuk barang.
Taqiyyudin an-Nabhani mengatakan bahwa upah dapat dibedakan menjadi:
a.       Upah (ajrun ) musamma , yaitu upah yang telah disebutkan dalam perjanjian dan
dipersyaratkan ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihakdengan upah yang telah ditetapkan tersebut, tidak ada unsur paksaan.
b.      Upah (ajrun ) misl’ yaitu upah yang sepadan dengan kondisi pekerjaannya, baik
sepadan dengan jasa kerja maupun sepadan dengan pekerjaannya saja.

2. Syarat-syarat upah
Adapun syarat-syarat upah, Taqiyyudin an-Nabhani memberikan kriteria sebagai berikut:
a.       Upah hendaklah jelas dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan
ketidakjelasan dan disebutkan besar dan bentuk upah.
b.      Upah harus dibayarkan sesegera mungkin atau sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dalam akad.
c.       Upah tersebut bisa dimanfaatkan oleh pekerja untuk memenuhi kebutuhan
kehidupannya dan keluarganya (baik dalam bentuk uang atau barang atau jasa).
d.      Upah yang diberikan harus sesuai dan berharga. Maksud dari sesuai adalah sesuai
dengan kesepakatan bersama, tidak dikurangi dan tidak ditambahi.
Upah harus sesuai dengan pekerjaan yang telah dikerjakan, tidaklah tepat jika
pekerjaan yang diberikan banyak dan beraneka ragam jenisnya, sedangkan upah
yang diberikan tidak seimbang. Sedangkan berharga maksudnya adalah upah
tersebut dapat diukur dengan uang.
e.       Upah yang diberikan majikan bisa dipastikan kehalalannya, artinya barang-barang tersebut bukanlah baring curian, rampasan, penipuan atau sejenisnya.
f.        Barang pengganti upah yang diberikan tidak cacat, misalnya barang pengganti
 tersebut adalah nasi dan lauk pauk, maka tidak boleh diberikan yang sudah basi
 atau berbau kurang sedap.






3. Upah dalam Akad Ijarah

1. Pengertian Ijarah
Secara bahasa Ijarah adalah bentuk mashdar sim a’i dari kata kerja yang berarti
memberi hadiah atau upah atas sebuah pekerjaan, sedangkan dalam istilah fiqh muamalah,
terdapat beberapa pengertian ijarah , yang secara umum sama atau saling melengkapi.
Madzhab syafi’i mendefinisikan ijarah sebagai akad atas menfaat yang mubah dan jelas,
mungkin untuk di berikan kepada orang lain dengan upah tertentu.
Berdasarkan pengertian ini, dalam akad ijarah, obyek akad adalah berupa kegunaan
barang yang jelas dan tertentu, akad ijarah tidak sah bila terjadi pada barang yang habis
 ketika dimanfaatkan, juga pada bentuk jasa atau pekerjaan yang tidak jelas.

2. Rukun dan Syarat Ijarah
Dalam melaksanakan akad ijarah , haruslah dipenuhi rukun-rukunnya terlebih dahulu, apabila salah satu ruku tidak dapat dipenuhi maka akad batal demi hukum.
Adapun rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Dua orang yang berakad
b. Shighat akad, yang menyatakan ijab  dan qabul
c. Upah (Ajrun)
d. Manfaat
Dalam akad ijarah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, secara umum, syarat-syarat tersebut terbagi menjadi 4, yaitu (1) Syarat terjadinya Ijarah (2) Syarat Sah Ijarah
(3) Syarat tetap hukum ijarah , dan (4) Syarat berlakunya ijarah , masing-masing syarat
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Syarat terjadinya ijarah
Yang dimaksud dengan syarat ini adalah syarat yang harus terpenuhi sehingga akad
ijarah dapat dilaksanakan, syarat ini dalam istilah fiqh disebut Syarat In’iqad.
Syarat tersebut adalah akad ijarah dilakukan oleh orang berakal. Imam Syafi’i
berpendapat bahwa orang yang melakukan akad syaratnya adalah mukallaf yaitu
baligh dan berakal, tidak disyaratkan bagi orang yang berakad itu beragama Islam,
sehingga diperbolehkan akad dengan non muslim atau sebaliknya.
b. Syarat sah Ijarah
Adalah syarat yang harus dipenuhi sehingga akad ij a rah dinyatakan sah,
syarat-syarat tersebut adalah :
1) Adanya kerelaan dari dua belah pihak yang berakad,
Akad dilaksanakan berdasarkan suka sama suka, Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat An Nisa (4) :9, yang berbunyi
2) Manfaat atau jasa yang disepakati harus dijelaskan guna menghindari perselisihan.
3) Manfaat atau jasa yang disepakati dalam akad harus benar-benar mungkin untuk dipenuhi secara syar’i.
4) Manfaat atau jasa yang disepakati dalam akad adalah mubah menurut syara’ dan
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
5) Pekerjaan yang dijanjikan bukan merupakan suatu kewajiban pekerja sebelum
pelaksanaan akad
6) Pekerja tidak boleh mengambil manfaat (secara langsung) dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
c.       Syarat tetap hukum ijarah atau dalam literatur fiqh sering disebut Syarat luz um
akad adalah syarat yang harus dipenuhi sehingga kesepakatan dalam akad ijarah
memiliki ketetapan untuk diberlakukan, syarat-syarat ini yaitu:
1) Akad hendaknya merupakan akad shahih .
2) Terhindarnya obyek akad dari kerusakan-kerusakan setelah diambil manfaatnya.
3)  Tidak terdapat cacat terhadap pekerja maupun pengelola perusahaan.
d. Syarat berlakunya ijarah , syarat ini disebut juga Syarat Nufudz, yang
mensyaratkan dalam akad ijarah adanya hak milik dan kekuasaan atas manfaat atau
jasa, sebagai contoh, barang yang disewakan oleh orang lain tanpa seizin pemiliknya, maka ijarah ini tidak boleh diberlakukan.

C. Riba

1.Pengertian Riba
Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
Adapun pengertian riba menurut beberapa ulama adalah sebagai berikut :
Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini,
riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak d
iketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
Menurut Al-Jurnaini
merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an,
riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan
1000 rupiah tanpa ganti.

Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia,
riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran
yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at.

2. Hukum Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
 haram.
Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman “orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
 permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak
 (pula) dianiaya”.
Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman, “hai orangorang yang beriman,
janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua
saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba
dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu memounyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.

3. Sebab-sebab Riba di Haramkan
1. Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya.
Dibuktikan dalam surat Al-Baqarah:275, Ali Imran:130, An-Nisa:161, AL-Baqarah:276, Al-Baqarah 278 dan beberapa Hadis Nabi.
2.      Karena Riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada
imbangannya.
3.      Dengan melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut
 syara’.


4.      Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesame manusia dengan
cara utang-piutang atau menghilangkan faidah utang piutang sehingga riba lebih
cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.

4.Macam-macam Riba
a) Riba Fadhli
Riba Fadhli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya,
cincin emas 24 karat seberat 5 gram ditukar dengan emas 24 karat namun seberat 4 gram.
Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
b) Riba Qordhi
Riba Qordhi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya. Misal si Udin bersedia meminjami si Imam uang sebesar Rp300.000,00 asal si Imam bersedia mengembalikannya sebesar Rp325.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut
 riba.
c) Riba Yadi
Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, akan tetapi penjual
dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang atau ketela yang masih di dalam tanah.
d) Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang dilakukan beberapa waktu
kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian
diserahkan setelah buah-buahan tersebut besar-besar atau setelah layak dipetik. Contoh lain, membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah musim panen.

D. Bunga

1. Pengertian Bunga dalam pandangan Islam
Yusuf Qardawi menyamakan suku bunga dengan riba. Ia menyatakan “bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua
tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.”  Ia menambahkan: “apa yang diambil
seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan ataspokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba.”
Bunga menurut Maulana Muhammad Ali adalah tambahan pembayaran atas jumlah
pokok pinjaman. 
Sedangkan menurut Al-Jurjani, bunga adalah: “kelebihan/ tambahan pembayaran
tanpa ada ganti rugi/ imbalan yang disaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang berakad (bertransaksi)” .

2. Hukum Bunga dalam Islam
Penetapan telah terjadinya ijma’ ulama tentang keharaman bunga bank bukan kesimpulan yang bersifat gampangan, tetapi setelah melakukan penelitian yang mendalam terhadap pendapat semua pakar ekonomi Islam sejak tahun 1970-an hingga saat ini.  Beberapa
pendapat diantaranya:
a. Yusuf Qardawi
Dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardawi menyamakan bunga dengan riba dan, riba adalah haram. Ia menyatakan: “bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah
 riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok hartaDalam bukunya yang lain, ia menyatakan bahwa Islam membenarkan pengembangan uang
dengan jalan perdagangan. 
Seperti firman Allah:
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’: 29)
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻜُﻢْ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ
 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’: 29)
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan
mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT  :
ﻱ ﺎَﻬُّﻳَﺃﺍَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ‏( 278 ‏) ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺄْﺫَﻧُﻮﺍ ﺑِﺤَﺮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﺭُﺀُﻭﺱُ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ ‏( 279 ‏)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yangtertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak
mau dizalimi.” (al-Baqarah: 278-279)
Selain fatwa beberapa ulama di atas, berbagai fatwa majelis fatwa ormas Islam, baik di Indonesia maupun dunia internasional telah melahirkan suatu asumsi umum bahwa bunga bank
sama dengan riba.


Berikut ini adalah cuplikan dari keputusan – keputusan penting yang berkaitan dengan
pengharaman bunga bank yang dikeluarkan oleh beberapa majelis fatwa ormas Islam:
a. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Beberapa isi Fatwa MUI no. 1 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1.      Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada
jaman Rasulullah SAW, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek
pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram
Hukumnya.
2.      Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank,Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya
maupun dilakukan oleh individu.
b. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Tarjih Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan:
1. Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil al-Quran dan Sunnah
2. Bank dengan sistem bunga hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
3. Bunga yang diberikan oleh bank – bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat.
Hasil kesepakatan inilah yang melatarbelakangi lahirnya bank pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB)
d. Mufti Negara Mesir
Keputusan Mufti Negara Mesir terhadap hukum bunga bank senantiasa tetap dan konsisten.
Tercatat sekurang-kurangnya sejak tahun 1900 hingga 1989, mufti Negara Republik Arab
Mesir memutuskan bahwa bunga bank termasuk salah satu bentuk riba yang diharamkan
secara syariah. [16]
e. Konsul Kajian Islam Dunia [17]
Ulama – ulama besar yang tergabung ke dalam Konsul Kajian Islam Dunia (KKID) telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank. Dalam konferensi II KKID yang diselenggarakan di universitas al-Azhar, Cairo pada bulan Mei 1965, ditetapkan bahwa tidak ada sedikitpun keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang seperti yang dilakukan bank – bank konvensional.

E. Keuntungan

1. Filosofi Laba dalam perspektif syariah
Islam memiliki nilai komprehensif yang berarti syariah islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun social (mu’āmalah).
Dalam Islam ekonomi adalah bagian dari tatanan islam yang perspektif. Islam meletakan eko-nomi posisi tengah dan keseimbangan yang adil.
Keseimbangan ini diterapkan dalam segala bidang ekonomi. Segi imbang antara modal dan
usaha, antara produksi dan konsumsi, antara produsen, perantara, dan konsumen dan antara
golongan-golongan dalam masyarakat. Termasuk dari keadilan dalam pola produksi,
distribusi, dan sirkulasi ekonomi adalah adanya pelarangan jual beli yang dipandang
merugikan keduabelah pihak atau salah satunya.
Namun pada praktik jual-beli terkadang manusia lupa bahwa semua aktivitas yang dilakukannya seharusnya dikerjakan dalam kerangka “ibadah ”, Sehingga masing-masing orang harus
berpikir untuk dapat berbuat sesuatu dalam rangka menciptakan mashlahah timbal-balik
(antar sesama manusia) yang semuanya kembali dari keyakinan konsep kepemilikan harta
yang ada dalam islam.
Kurangnya pemahaman dasar-dasar pengetahuan agama islam yang benar serta tidak
meratanya informasi akan permasalahan ini menjadikan manusia melakukan transaksi jual
beli yang ada tanpa melihat nilai yang ada pada transaksi tersebut.
Tujuan dalam perdagangan dalam arti sederhana adalah memperoleh laba atau keuntungan,
secara ilmu ekonomi murni asumsi yang sederhana menyatakan bahwa sebuah industry
dalam menjalankan produksinya adalah bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan
(laba/profit) dengan cara dan sumber-sumber yang halal?
Jual beli dalam Islam dilandasi dengan nilai kesatuan (ketauhidan), keseimbangan ,
kebebasan, dan tanggung jawab . Setiap aktifitas bisnis dalam islam selalu diarahkan pada
prinsip-prinsip yang tertuju kepada kemanslahatan pelakunya dan ummat. Jual beli dalam
islam akan selalu selaras dengan fitrah tujuan penciptaan manusia, yaitu bernilai peribadatan. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat ( falāh), serta kehidupan yang baik dan terhormat
( al-hāyah al-tayyibah ).
Dalam konsep jual beli dan perolehan laba Islami, memberikan tuntunan pada manusia dalamperilakunya untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan keterbatasan alat pemuas dengan
jalan yang baik dan alat pemuas yang tentunya halal, secara zatnya maupun secara perolehannya. Prinsip keridhoan , ta’āwun , kemudahan, dan transparansi , dalam jual beli Islam
mencegah usaha-usaha eksploitasi kekayaan dan serta mengambil keuntungan dari kerugian
pihak lain. Konsep laba dalam Islam, secara teoritis dan realita tidak hanya berasaskan pada
logika semata-mata, akan tetapi juga berasaskan pada nilai-nilai moral dan etika serta tetap
berpedoman kepada petunjuk-petunjuk dari Allah .
Manusia dalam asumsi Islam adalah pengejewantahan ‘Ibadurrahman, (QS al Furqan [25]:63).




D. Hukum Islam dalam mengatur Harta Waris

1. Pengertian Warisan
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts ( ﺍﻹﺭﺙ) atau al-mirats ( ﺍﻟﻤﻴﺮﺍﺙ) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).
Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.
Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang
(yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.

2. Dalil Hukum Waris
- QS An-Nisa' 4:176
ﻳَﺴْﺘَﻔْﺘُﻮﻧَﻚَ ﻗُﻞْ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳُﻔْﺘِﻴﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﻼﻟَﺔِ ﺇِﻥْ ﺍﻣْﺮُﺅٌ ﻫَﻠَﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻪُ ﻭَﻟَﺪٌ ﻭَﻟَﻪُ ﺃُﺧْﺖٌ ﻓَﻠَﻬَﺎ ﻧِﺼْﻒُ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻙَ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﺮِﺛُﻬَﺎ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻬَﺎ ﻭَﻟَﺪٌ ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺘَﺎ ﺍﺛْﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻓَﻠَﻬُﻤَﺎ ﺍﻟﺜُّﻠُﺜَﺎﻥِ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﺮَﻙَ
Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) . Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.

3. Kewajiban Ahli Waris Kepada Pewaris
Sebelum harta dibagi, ahli waris punya kewajiban terdadap pewaris yang wafat sbb:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk
 kewajiban pewaris maupun penagih piutang;"
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
*Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada
 jumlah atau nilai harta peninggalannya






4. Syarat Warisan Islam
Syarat waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing

5. Rukun Waris
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta
peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.

6. Bagian Waris Anak Laki-laki
Anak laki-laki selalu mendapat asabah atau sisa harta setelah dibagikan pada ahli
waris yang lain. Walaupun demikian, anak laki-laki selalu mendapat bagian terbanyak karena keberadaannya dapat mengurangi bagian atau menghilangkan sama sekali (mahjub/hirman)
hak dari ahli waris yang lain.
Dalam ilmu faraidh, anak laki-laki disebut ahli waris ashabah binafsih (asabah dengan diri sendiri)

7. Bagian Waris Anak Perempuan
- Anak perempuan mendapat 1/2 (setengah) harta warisan apabila (a) sendirian
(anak tunggal) dan (b) tidak ada anak laki-laki.
- Anak perempuan Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu dan (b) tidak       ada anak laki-laki.
- Anak perempuan mendapat bagian asabah (sisa) apabila ada anak laki-laki.
Dalam keadaan ini maka anak perempuan mendapat setengah atau separuh dari
bagian anak laki-laki. (QS An-Nisa' 4:11

8. Ahli Waris dan Bagian Waris
Dalam ilmu faraidh (faroidh) ada 2 istilah yang paling dikenal yaitu al-furudh al-muqaddarah (bagian yang ditentukan) dan asabah atau bagian yang tidak ditentukan.
A. Al-Fardhu al-Muqaddarah (Bagian yang ditentukan).
Yaitu jumlah atau porsi bagian warisan yang ditentukan oleh syariah yaitu 1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), 1/6 (seperenam).


B. Ashabah (At-Tanshib)
Yaitu orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli waris yang
tidak memiliki bagian tertentu.

1. Ahli Waris
Ahli waris ada 3 macam yaitu ashabul furudh yang memiliki bagian yang sudah
ditentukan seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki bagian yang
ditentukan dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan kondisi dan situasi ada atau
tidak adanya ahli waris yang lain.
a. AHLI WARIS ASHABUL FURUDH
 Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli waris dengan bagian tertentu yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari ibu atau bapak, suami, istri.
b.AHLI WARIS ASHABAH
Ahli waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa yaitu anak laki, cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak saudara laki kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung dari ayah ( ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ), paman kandung dari ayah sebapak ( ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺏ ) dan ke atas, anak laki paman kandung dari ayah ( ﺇﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ), anak laki paman dari ayah sebapak ( ﺇﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺏ ) dan ke bawah.
c. AHLI WARIS GABUNGAN FURUDH DAN ASHABAH
Ahli waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau salahsatunya yaitu bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah yaitu anak perepuan satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki ( ﺑﻨﺖ ﺍﻹﺑﻦ ) satu atau lebih, saudara perempuan satu atau lebih, saudara perempuan sebapak satu atau lebih

9. Faktor-faktor yang menyebabkan gugurnya Harta Waris
Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan ahli waris tidak dapat mendapatkan warisan
yaitu
1. Pembunuhan. Ahli waris membunuh yang mewarisi.
2. Beda agama.
3. Budak.
4. Ahli waris meninggal terlebih dahulu dari pewaris.
5. Mahjub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak waris seseorang karena adanya ahli
waris yang lebih kuat kedudukannya. Misal, cucu laki-laki tidak mendapat warisan
karena adanya anak laki-laki.




BAB III
PENUTUP


1.4 Kesimpulan
Ekonomi islam mengambil jalan tengah yaitu membantu dalam mengakan suatu sistem yang adil dan merata,sisitem ini tidak memberikan kebeasan hak milik pribadi secara individual dalam bidang produksi,tidak pula mengikat mereka dengan suatu sistem pemerataan
ekonomi yang seolah olah tidak boleh memliliki kekayaan secara bebas,islam mengatur
distribusi harta kekayaan termasuk pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi
 komoditas diantara golongan orang kaya saja,selain itu untuk mencapai pemerataan
pendapatan  kepada semua  masyarakat secara objektif.


1.5.Saran
Penerapan sistem ekonomi islam sangat penting bagi pengembangan perekonomian disetiap
 negara terutama pada negara berkembang yang banyak sumber daya alam dan manusia yang bisa dikelola dengan baik,harapan ini mungkin bisa menjadi sebuah kenyataan yang akan
terjadi di masa akan datang dimana ketika kita semua telah memahami bahwa sistem
ekonomi islam merupakan sistem perekonomian yang tepat untuk meniadakan kemiskinan
dengan mensejahterakan setiap umatnya

















DAFTAR PUSTAKA




 

Ora Et Labora (Amazing Grace) Published @ 2014 by Ipietoon