PERJANJIAN (KONTRAK)
Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Pengantar Hukum Bisnis
Disusun Oleh
Nama
: SARIMAULI PRANSISCA
NIM : 2014122236
Kelas : 02 SAKEF
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAMULANG
2015
2015
Pengertian Perjanjian
Perjanjian
atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana
seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau
di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia). Oleh
karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan
diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua
pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya,
perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian diakses pada tanggal 30 Maret 2015
pukul 10.54 WIB
Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu
sah dan punya kekuatan mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat
perjanjian akan membuat perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320
KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian terdiri dari:
1
2
Syarat Subyektif (Mengenai subyek atau
para pihak)
Kata Sepakat
Kata sepakat berarti adanya titik temu (a meeting of the minds)
diantara para pihak tentang kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam
perjanjian jual beli mobil, Gareng punya kepentingan untuk menjual mobilnya
karena ia membutuhkan uang. Sebaliknya, Petruk membeli mobil Gareng karena ia
punya kepentingan memiliki kendaraan. Pertemuan kedua kepentingan itu akan
mencapai titik keseimbangan dalam perjanjian.
Cakap
Cakap berarti dianggap mampu melakukan perbuatan hukum.
Prinsipnya, semua orang berhak melakukan perbuatan hukum – setiap orang dapat
membuat perjanjian – kecuali orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan
orang-orang tertentu yang dilarang oleh undang-undang.
Syarat Obyektif (Mengenai obyek perjanjian)
Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan
jelas, dapat ditentukan baik jenis maupun
jumlahnya. Misalnya, Gareng menjual mobil
3
Toyota Avanza Nomor Polisi B 1672 RI dengan harga Rp. 180.000.000
kepada Petruk. Obyek perjanjian tersebut jenisnya jelas, sebuah mobil dengan
spesifikasi tertentu, dan begitupun harganya.
Suatu Sebab Yang Halal
Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah
obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak
halal itu meliputi perbuatan melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan
melanggar ketertiban umum. Misalnya perjanjian perdagangan manusia atau senjata
ilegal.Tidak terpenuhinya syarat-syarat subyektif dan obyektif di atas dapat
menyebabkan perjanjian menjadi tidak sah. Perjanjian yang tidak sah karena
tidak terpenuhinya salah satu syarat subyektif akan mengakibatkan perjanjian
itu dapat dimintakan
pembatalan (canceling)
oleh salah satu pihak. Maksudnya, salah satu pihak dapat menuntut pembatalan
itu kepada hakim melalui pengadilan. Sebaliknya, apabila tidak sahnya
perjanjian itu disebabkan karena tidak terpenuhinya syarat obyektif maka
perjanjian tersebut batal
demi hukum (nul
and void), yaitu secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada
perjanjian. Selain syarat sahnya perjanjian, suatu perjanjian juga baru akan
mengikat para pihak jika dalam pembuatan dan pelaksanaannya memenuhi asas-asas perjanjian. (legalakses.com).
4
http://www.legalakses.com/perjanjian/ diakses pada tanggal
30 Maret 2015 pukul 10.30 WIB
Jenis-jenis kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus
mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak
timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa
beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang
didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan
berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur
pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu
juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan
pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima
prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian
pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan
barang dengan cuma-cuma.
5
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
- Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
·
Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada
perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
- Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu
kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak
innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak
jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll.
Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang
timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum
tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk
6
dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli,
keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production
sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak
lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara
lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam
buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang
disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan
akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam
tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh
pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan
sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
https://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/ diakses
pada tanggal 30 Maret 2015 pukul 10.58 WIB
7
ANALISIS KASUS
Perseteruan yang terjadi antara PT Metro Batavia, milik perusahaan ternama di bidang pesawat dengan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia tidak kunjung usai, hal ini disebabkan karena:
1. Kerjasama yang dilakukan oleh pihak
Batavia dengan GMF dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad
buruk.
2. Pihak Batavia tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini Batavia sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi).
3. Pihak Batavia telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan pesawat, padahal pesawat sudah selesai dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta (tak terhingga) oleh GMF.
4. Pembayaran hutang perawatan oleh pihak Batavia yang melampaui tempo ayng diperjanjikan.
2. Pihak Batavia tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini Batavia sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi).
3. Pihak Batavia telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan pesawat, padahal pesawat sudah selesai dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta (tak terhingga) oleh GMF.
4. Pembayaran hutang perawatan oleh pihak Batavia yang melampaui tempo ayng diperjanjikan.
Sebelum menganalisis poin-poin di atas
yang akan dihubungkan dengan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, akan dipaparkan mengenai pengertian perjanjian yang sesuai dengan
Pasal 1313 B.W, yang berbunyi : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang
8
atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lani atau lebih.
Dalam Pasal 1313 B.W dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pasal ini menurut pakar hukum perdata (pada umumnya) bahwa definisi perjanjian terdapat di dalam ketentuan di atas tidak lengkap karena hanya bersifat sepihak saja, kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus, pengertian perjanjian terlalu luas, dan tanpa menyebut tujuan, akan tetapi berdasarkan alasan tersebut perjanjian dapat dirumuskan, yaitu perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
Pada poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak Batavia dengan GMF dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak. Asas-asas tersebut antara lain:
Dalam Pasal 1313 B.W dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pasal ini menurut pakar hukum perdata (pada umumnya) bahwa definisi perjanjian terdapat di dalam ketentuan di atas tidak lengkap karena hanya bersifat sepihak saja, kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus, pengertian perjanjian terlalu luas, dan tanpa menyebut tujuan, akan tetapi berdasarkan alasan tersebut perjanjian dapat dirumuskan, yaitu perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
Pada poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak Batavia dengan GMF dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak. Asas-asas tersebut antara lain:
a.Asas Kebebasan Berkontrak
b. Asas Pacta Sunt Servanda
c. Asas Konsesualisme
9
Asas ketiga diatas merupakan sektor
utama yang harus ditonjolkan. Karena asas ini merupakan syarat mutlak bagi
hukum perjanjian yang modern dan bagi terciptanya kepastian
hukum.
Ketentuan yang mengharuskan orang dapat dipegang adalah ucapannya, adalah suatu tuntutan kesusilaan dan memanglah benar bahwa kalau orang ingi dihormati sebagai manusia, ia harus dapat dipegang perkataannyam namun hukum yang harus menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, memerlukan asas konsesualisme itu demi tercapainya Kepastian Hukum. Asas konsesulaisme tersebut dapat dikatakan sudak merupakan asas universil, dalam B.W disimpulkan dari Pasal 1320 jo Pasal 1338 (1):Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksudkan bukanlah hanya semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Dengan istilah “secara sah” pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut. Semua persetujuan yang dibuta menurut hukum atau secara sah adalah mengikat, maksudnya secara sah disini ialah bahwa pembuatan perjanjian (pasal 1320) KUH Perdata harus diikuti, perjanjian yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan atau mengikat pihak-pihak sebagai undang-undang, disini juag akan tersimpul bahwa asas yang tercantum adalah asas
Ketentuan yang mengharuskan orang dapat dipegang adalah ucapannya, adalah suatu tuntutan kesusilaan dan memanglah benar bahwa kalau orang ingi dihormati sebagai manusia, ia harus dapat dipegang perkataannyam namun hukum yang harus menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, memerlukan asas konsesualisme itu demi tercapainya Kepastian Hukum. Asas konsesulaisme tersebut dapat dikatakan sudak merupakan asas universil, dalam B.W disimpulkan dari Pasal 1320 jo Pasal 1338 (1):Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksudkan bukanlah hanya semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Dengan istilah “secara sah” pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut. Semua persetujuan yang dibuta menurut hukum atau secara sah adalah mengikat, maksudnya secara sah disini ialah bahwa pembuatan perjanjian (pasal 1320) KUH Perdata harus diikuti, perjanjian yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan atau mengikat pihak-pihak sebagai undang-undang, disini juag akan tersimpul bahwa asas yang tercantum adalah asas
10
kepastian hukum. Disebutkan dalam
Pasal 1320 B.W : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjectif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek pejanjian, sedangkan kedua syarat yang terakhir disebutkan syarat objectif, karena mengenai objek dari perjanjian akan tetapi dalam analisis ini terfokus pada subjek perjanjian.
Sebagaimana pernyataan kuasa hukum GMF, Sugeng Riyono S.H, “Batavia sebagai salah satu perusahaan pesawat telah melakukan transaksi hutang yang semena-mena dengan didasarkan i’tikad buruk, tidak pernah memikirkan kondisi dan kepentingan klien yang diajak bekerjasama bahkan tiga somasi yang telah dilayangkan olrh pihak GMF terhadap Batavia pun masih tidak ada konfirmasi balik kepada pihak GMF.” I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran. Orang yang beri’tikad baik akan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari
11
dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan.
I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran, maka i’tikad baik
ketika dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah kepatuhan, yaitu suatu
penilaian baik terhadap tidak-tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa
yang telah diperjanjikan, pernyataan ini sesuai Pasal 1338 B.W yang berbunyi :
Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan i;tikad baik. Maka, sesuai dengan
isi pasal diatas, diperintahkan supaya pejanjian dilaksanakan dengan i’tikad
baik, bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam hal pelaksanaan
tersebut.
Pihak Batavia tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini Batavia sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi). Wanprestasi yang dilakukan Batavia merupakan sesuatu yang disebabkan dengan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat, sebagaimana Subekti, Wanprestasi berarti kelalaian seorang debitor, dalam hal:
Pihak Batavia tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini Batavia sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi). Wanprestasi yang dilakukan Batavia merupakan sesuatu yang disebabkan dengan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat, sebagaimana Subekti, Wanprestasi berarti kelalaian seorang debitor, dalam hal:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
c. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
12
Kelalaian Batavia terhadap GMF menjadikan terhambatnya kinerja produksi lain yang akan dibuat oleh GMF. Sesuai dengan Pasal 1243 B.W yang berbunyi: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atas dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti dalam Pasal 1243 B.W yaitu:
1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu
Tindakan wanprestasi membawa konsekwensi terhadap timbulnya hak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi dan bunga, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
13
Tindakan-tindakan tersebut terjadi
karena:
a. Kesengajaan
b. Kelalaian
c. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai (ingebrekestelling). Lembaga “pernyataan lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada suatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji” wanprestasi. Jadi maksudnya adalah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib memebuhi prestasi. Dalam Pasal 1238 B.W disebutkan bahwa : Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa ai berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yan gtelah ditentukan. Bahwasanya peryataan lalai diperlukan dalam hal orang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan perikatan dengan membuktikan adanya ingkar janji. Hal ini digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan agar debitur tidak merugikan kreditur.
Disebutkan dalam poin ketiga adalah pihak Batavia telah mengadakan
14
pembatalan sepihak hutang perawatan
dan pembelian pesawat sehari setelah pesawat selesai dibuat, hal ini
menyebabkan produksi yang akan dibuat oleh GMF menjadi terbengkalai. Pembatalan
ini tanpa ada alasan yang jelas dari Batavia. Disebutkan dalam Pasal 1338 (2)
B.W :Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selai dengan sepakat kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Pasal ini menjelaskan bahwa perjanjian tidak dapat ditarik kembali
secara sepihak kecuali dengan sepakat antara keduanya. Di samping itu, apabila
seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak,
maka pada umunya (dengan beberapa pengecualian) tidak dapat dengan sendirinya
dia telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak
atau undang-undang maka wanprestasinya si debitor dinyatakan lalai oleh
kreditor (ingebrekestelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” (somasi)
oleh pihak kreditor (pasal 1238 B.W). dikeluarkannya akta ini berdasarkan
mekanisme yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dalam hal ketentuan di atas maka Batavia dikenakan beberapa pasal, antara lain:
Dalam hal ketentuan di atas maka Batavia dikenakan beberapa pasal, antara lain:
1. Pasal 1243 B.W : Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
15
dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atas
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.
2. Pasal 1246 B.W : Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut dibawah ini.
3. Pasal 1247 B.W : Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dialahirkannya, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dialakukan olehnya.
4. Pasal 1249 B.W : Jika dalam perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlh uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun kurang daripada jumlah itu.
5. Pasal 1250 B.W : Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan denga pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan undang-undang, denga tidak mengurangi peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, rugi dan bunga
2. Pasal 1246 B.W : Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut dibawah ini.
3. Pasal 1247 B.W : Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dialahirkannya, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dialakukan olehnya.
4. Pasal 1249 B.W : Jika dalam perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlh uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun kurang daripada jumlah itu.
5. Pasal 1250 B.W : Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan denga pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan undang-undang, denga tidak mengurangi peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, rugi dan bunga
16
tersebut wajib dibayar dengan tidak
usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang.
Ganti rugi yang diterima dari hitungan materiil yakni berupa penyitaan tujuh pesawat milik Batavia sendiri, bukan lea asing, yang bernilai Rp18,3 milliar mugkin sudah memadai kerugian yang diderita si berpiutang akibat tidak dipenuhinya perjanjian oleh si berutang, namun rasa kecewa tidak mungkin dapat ditebus, sebagaimana Batavia yang tidak merespon baik ketika pihak GMF datang menemui Batavia di kantornya untuk menagih utang Batavia yang tersendat menimbulkan dampak pada produksi lain, mengingat hubungan baik Batavia-GMF mengundang rasa kecewa dikarenakan akhir cerita kerjasama yang dilakukannya mengalami permasalahan hukum. Dengan demikian, ganti rugi hanyalah merupakan “obat” atas derita yang dialami karena apa yang diinginkan itu tidak datang atau diberikan oleh pihak lawan.
Ganti rugi yang diterima dari hitungan materiil yakni berupa penyitaan tujuh pesawat milik Batavia sendiri, bukan lea asing, yang bernilai Rp18,3 milliar mugkin sudah memadai kerugian yang diderita si berpiutang akibat tidak dipenuhinya perjanjian oleh si berutang, namun rasa kecewa tidak mungkin dapat ditebus, sebagaimana Batavia yang tidak merespon baik ketika pihak GMF datang menemui Batavia di kantornya untuk menagih utang Batavia yang tersendat menimbulkan dampak pada produksi lain, mengingat hubungan baik Batavia-GMF mengundang rasa kecewa dikarenakan akhir cerita kerjasama yang dilakukannya mengalami permasalahan hukum. Dengan demikian, ganti rugi hanyalah merupakan “obat” atas derita yang dialami karena apa yang diinginkan itu tidak datang atau diberikan oleh pihak lawan.
KESIMPULAN
Dari uraian analisis diatas, tampaklah hubungan antara perjanjian dan perikatan yang dilakukan oleh PT. Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia yang mana hubungan diantara keduanya berawal dari Batavia membeli mesin ESN 857854 dan ESN
17
724662 dari Debisin Air Supply Pte. Ltd.
Singapura. Lalu dimasukkan ke GMF untuk memenuhi standar nasional. Seterusnya
Batavia memiliki hutang perawatan dan pembelian pesawat yang kala itu
penyerahannya sudah siap seratus persen sehari sebelumnya, akan teatpi ada
berakhir menjadi suatu permasalahan hukum, dikarenakan Batavia melakukan
wanprestasi terhadap GMF.
Di sini debitor melakukan kesalahan dengan tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan maka dikatakan wanprestasi ”ingkar janji”. Dan kreditur dapat menunutut debitor yang telah melakukan ini (wanprestasi) melalui mekanisme, yakni somasi dengan bertujuan mendorong debitor untuk segera memenuhi prestasinya, tanpa melalaikannya atau meninggalkannya.
Di sini debitor melakukan kesalahan dengan tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan maka dikatakan wanprestasi ”ingkar janji”. Dan kreditur dapat menunutut debitor yang telah melakukan ini (wanprestasi) melalui mekanisme, yakni somasi dengan bertujuan mendorong debitor untuk segera memenuhi prestasinya, tanpa melalaikannya atau meninggalkannya.
diakses pada tanggal 02 April 2015 pada pukul
08.56 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar